Ada Program Makan Bergizi Gratis, Sektor Pertanian Perlu Tax Holiday?



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Investasi/Badan Kordinasi Penanaman Modal (BKPM) menyebutkan sektor pertanian perlu mendapatkan fasilitas tax holiday

Tujuannya, untuk menarik investasi di sektor pertanian agar bisa meningkatkan produktivitas, penggunaan teknologi pertanian, dan menciptakan ketahanan pangan.

Saat ini, pemerintah belum banyak memberikan perhatian terhadap investasi di sektor pertanian. Padahal, kondisi sektor pertanian banyak petaninya yang sudah tua, sedangkan generasi mudanya pindah ke perkotaan.


Mengenai wacana tax holiday bagi sektor pertanian, Peneliti Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Eliza Mardian menilai, sebelum memberikan fasilitas tax holiday, pemerintah perlu melakukan evaluasi terlebih dahulu. 

"PMK 130/2020 tentang Tax Holiday yang akan berakhir Oktober nanti mestinya dievaluasi dulu efektivitasnya," katanya kepada KONTAN, Selasa (17/9/2024). 

Baca Juga: Siap-siap! Sederet Insentif Pajak Bakal Berakhir pada Tahun Ini

Eliza bilang, agar diketahui sudah sejauh mana industri yang mendapat tax holiday selama ini mampu mencipakan multipplier effect yang luas. Seperti banyak menciptakan lapangan kerja, penggunaan teknologi digital, menjaga kualitas lingkungan dan penerapan ESG.

Sejatinya, tax holiday ini tujuannya untuk menggaet investor agar bisa menggerakkan perekonomian daerah, sehingga pajaknya bisa dibebaskan 100% dengan syarat tertentu. Konsekuensinya, akan mengurangi potensi pendapatan negara. 

Sebab itu, sebelum memperpanjang tax holiday apalagi untuk sektor pertanian ini mestinya dievaluasi terlebih dahulu. "Lakukan kajian mendalam dan objektif," jelasnya. 

Menurut Eliza, tax holiday sektor pertanian ini nampaknya didesain untuk mendukung program makan bergizi gratis seperti pengembangan peternakan sapi skala besar dan untuk mendukung INdonesia sebagai raja energi hijau dan lumbung pangan dunia. 

Jikapun nanti ada pemberian tax holiday ini mestinya untuk perusahaan yang betul-betul menjalin kemitraan dengan petani/peternak/nelayan. Jangan sampai produsen lokal kita tidak dilibatkan dan malah semakin tersingkir dan kalah saing dengan pertanian skala besar.

"Sebagai contoh, sebetulnya pemerintah ini memiliki aturan agar perusahaan susu bekerjasama dengan koperasi peternak rakyat," sebut Eliza. 

Ketentuan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 33/Permentan/PK.450/7/2018 tentang Penyediaan dan Peredaran Susu. Dalam aturan tersebut tertuang bahwa pelaku usaha yang memiliki pengolahan susu atau yang bekerja sama dengan pelaku usaha yang memiliki pengolahan susu bermitra dengan pternak lokal.

Hanya saja, fakta di lapangan menujukkan, perusahaan yang menjalin kemitraan dengan peternak lokal tidak sampai 20% dari total jumlah pelaku usaha pengolahan susu.

Artinya, pemerintah tidak betul-betul mengawasi kemitraan ini. Semestinya ada skema reward and punishment bagi pelaku usaha pengolahan susu yang tidak bermitra dengan peternak lokal.

Baca Juga: 56 Wajib Pajak Manfaatkan Insentif Tax Holiday dan Tax Allowance di Tahun 2022

Jika hal ini terus berlanjut, Eliza berujar, maka kemungkinan peternak lokal lama-lama akan kalah saing dengan perusahaan besar yang memiliki capital dan market yang lebih baik. Niat mulia swasembada susu mestinya mengutamakan kesejahteraan dan keberlanjutan usaha peternak lokal. 

"Bukan hanya sekadar peningkatan produksi susu, namun yang menikmati kue ekonomi hanya segelintir perusahaan besar, peternak lokal gigit jari," kritiknya.

Selanjutnya: Sejumlah Emiten di Papan Pengembang Ini Dinilai Mampu Jadi Penggerak IHSG

Menarik Dibaca: Promo Beli Tiket Konser Secret Number, Diskon 50% pakai BCA!

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat