KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Keputusan pemerintah melakukan relaksasi impor melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 8 Tahun 2024 membuat produsen elektronik nasional diliputi ketidakpastian. Baru-baru ini, Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Febri Hendri Antoni Arif mengaku, pihaknya mendapat laporan dari asosiasi-asosiasi terkait elektronik yang menyampaikan keluhan kondisi bisnisnya usai penerbitan Permendag 8/2024. Ada indikasi banyak barang impor elektronik yang masuk dengan mudah ke pasar Indonesia. Sekretaris Jenderal Gabungan Perusahaan Elektronik Indonesia (Gabel) Daniel Suhardiman membenarkan pernyataan tersebut. Tanpa menyebut secara rinci, Gabel menilai akhir-akhir ini pasar Indonesia dibanjiri produk-produk elektronik murah dari China yang industrinya kelebihan pasokan.
Ketidakpastian peraturan untuk mengendalikan impor tidak hanya menggerus daya saing produsen elektronik lokal, melainkan juga memicu deindustrialisasi dalam jangka panjang. "Saat ini rencana investasi seperti penambahan lini produksi dan/atau kategori produk baru hampir semuanya ditahan," ujar dia, Selasa (2/7). Gabel sangat mendukung dikembalikannya kebijakan impor ke Permendag 36/2023, di mana kegiatan importasi sejumlah komoditas memerlukan adanya pertimbangan teknis (Pertek).
Baca Juga: Impor Merajalela, Industri Petrokimia Lokal Harus Diproteksi Di sisi lain, National Sales Senior General Manager PT Sharp Electronics Indonesia Andry Adi Utomo menilai, banjir produk elektronik dari China sangat merugikan bagi Sharp yang notabene sudah lebih dahulu berinvestasi di Indonesia. Terlebih lagi, Pemerintah China turut memberi subsidi kepada eksportir, sehingga produk elektronik mereka yang ada di Indonesia dibanderol dengan harga yang murah. "Sejauh ini produk yang terganggu oleh banyaknya impor adalah TV LED," kata Andry, Selasa (2/7). Meski pasar elektronik nasional digempur oleh produk impor, Sharp enggan terlibat dalam perang harga, apalagi sampai menjual rugi produknya di pasar. Sharp justru mengerek harga jual beberapa harga produk elektroniknya sejak Juni kemarin seiring efek pelemahan kurs rupiah. Kebijakan ini mau tidak mau diambil oleh Sharp mengingat beberapa komponen masih harus diimpor dengan transaksi menggunakan dolar AS. Untuk mempertahankan bisnis, Sharp kini tetap berfokus pada optimalisasi penjualan terutama pada produk-produk unggulan. "Inovasi produk juga menjadi bagian dari strategi untuk mempertahankan pangsa pasar," imbuh Andry. Sementara itu, Direktur Komersial PT Hartono Istana Teknologi (Polytron) Tekno Wibowo mengatakan, produk elektronik impor cukup mudah ditemui di platform e-commerce. Di sana banyak merek-merek baru yang menjual berbagai kategori produk seperti TV LED, mesin cuci, small home appliances, dan lain-lain.
Baca Juga: Kemendag Diminta Waspadai Potensi Barang Ilegal Jika Tarif Bea Masuk 200% Diterapkan Fenomena tersebut jelas merugikan perusahaan yang sudah membangun pabrik di Indonesia seperti Polytron.
Ditambah lagi, saat ini pasar elektronik dalam negeri mengalami perlambatan dengan penurunan kinerja penjualan sekitar 10%-15%. Hal ini dipengaruhi oleh pelemahan kurs rupiah yang memaksa produksi mesti menyesuaikan harga jual produknya. Namun, kondisi ini terjadi ketika daya beli masyarakat juga sedang melemah. "Jika keran produk impor terus dibuka maka akan memperparah pasar elektronik yang sedang tidak baik-baik saja," jelas Tekno, Selasa (2/7). Pihak Polytron terus berusaha berinovasi dengan meluncurkan produk baru seperti kulkas dengan fitur kemudahan mengatur ruang freezer dan refrigerator, TV LED dengan kualitas suara terbaik, dan lain sebagainya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari