Ada Risiko Harga Gandum Naik, Siantar Top (STTP) Buka Opsi Kerek Harga Jual



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Siantar Top Tbk (STTP) sudah menyiapkan strategi untuk mengantisipasi risiko kenaikan harga gandum. Direktur Utama STTP, Armin, mengatakan bahwa STTP bakal berupaya mempertahankan harga produk meski harga gandum naik nanti.

Namun, STTP juga membuka opsi untuk menaikkan harga produk jika memang opsi tersebut tidak terhindarkan.

“Kami akan kaji, kalau kira-kira kita masih tidak minus, yang (harganya) kita bisa pertahankan, ya kita pertahankan. Itu yang kita lihat. Tapi kalau memang itu sudah minus, kan kita tidak mungkin ya, kita subsidi terus kan juga babak belur nanti, kita akan sesuaikan,” terangnya saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (25/7).


Sedikit informasi, kekhawatiran pasar akan adanya risiko kenaikan harga gandum dipicu oleh ulah Rusia. Negara Beruang Merah tersebut menolak memperpanjang perjanjian Black-Sea Grain Initiative, sehingga kesepakatan tersebut berakhir pada 17 Juli 2023 lalu, sejak pertama kali diberlakukan pada 27 Juli 2022.

Seperti diketahui, Black-Sea Grain Initiative merupakan perjanjian yang menjamin kelangsungan ekspor biji-bijian lewat Laut Hitam. Dus, Rusia tidak bisa mengganggu ekspor biji-bijian dari Ukraina dengan adanya perjanjian ini.

Baca Juga: Siantar Top (STTP) Anggarkan Capex Rp 430 Miliar Tahun Ini

Sebelumnya, serangan Rusia Februari 2022 menyebabkan pengiriman jagung, gandum, jelai serta minyak bunga matahari Ukraina terhenti akibat blokade pasukan Rusia. Dampaknya harga pangan dunia mencetak rekor tertinggi sepanjang sejarah pada Maret 2022

Mengutip publikasi yang dimuat dalam laman resmi Dewan Eropa pada 17 Juli 2023, sebanyak hampir 33 juta ton biji-bijian dan bahan makanan telah berhasil Ukraina ekspor ke 45 negara selama periode perjanjian ini.

Catatan saja, Ukraina merupakan salah satu pemasok gandum di pasar global. Itulah sebabnya, tindakan Rusia menarik diri dari Black-Sea Grain Initiative dikhawatirkan banyak pihak mengganggu pasokan gandum global dan mengerek  komoditas tersebut.

STTP sendiri sebelumnya pernah terimbas kenaikan harga gandum sebelum adanya perjanjian Black-Sea Grain Initiative.

Diakui Armin, kenaikan harga gandum turut mengungkit biaya produksi sejumlah produk STTP dengan jumlah yang berbeda, tergantung pada takaran gandum yang digunakan dalam produk dan faktor-faktor lainnya. Kondisi tersebut juga memaksa STTP menaikkan harga sebagian produknya.

Itulah sebabnya, seperti dimuat dalam laporan tahunan perusahaan, laba tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk alias laba bersih STTP hanya tumbuh 1,12% secara tahunan atau year-on-year (yoy) dari semula Rp 617,50 miliar di tahun 2021 menjadi Rp 624,47 miliar di tahun 2022.

 
STTP Chart by TradingView

Padahal, penjualan neto STTP naik hingga 16,25% yoy dari semula Rp 4,24 triliun di tahun 2021 menjadi Rp 4,93 triliun di tahun 2022.

Akan tetapi, meski ada potensi risiko kenaikan harga gandum,  STTP masih mengejar target pertumbuhan laba bersih double digit tahun ini.

“(Realisasinya) tergantung seberapa dalam (kenaikan harga gandum). Situasinya nanti seberapa parah kan kita belum tahu,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari