Ada Sinyal Hawkish The Fed, Mayoritas Bursa Asia Melemah, Senin (29/8)



KONTAN.CO.ID - JAKARTRA. Indeks saham di Asia mayoritas ditutup turun pada hari ini, Senin (29/8). Tim riset Phillip Sekuritas Indonesia mengatakan, penurunan ini terjadi di tengah semakin besarnya risiko kenaikan suku bunga acuan secara agresif di Amerika Serikat (AS) dan Eropa. Hal ini memicu apresiasi nilai tukar dolar AS dan memicu ketakutan mengenai resesi global.

Dalam pidatonya di depan acara simposium ekonomi tahunan di Jackson Hole, Gubernur Federal Reserve, Jerome Powell mengatakan, Federal Reserve tidak mempunyai niat memperlambat laju kenaikan suku bunga acuan.

Komentar Powell ini memperkuat spekulasi bahwa Federal Reserve akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 basis points (bps) di bulan September dan suku bunga akan berada di atas 3% di akhir tahun ini.


Baca Juga: Indeks Properti Turun 8,51% Sejak Awal Tahun, Saham Mana yang Masih Layak Dilirik?

Sikap tegas Powell ini juga didukung oleh pejabat bank sentral Eropa Isabel Schnabel.  Pada akhir pekan lalu, Isabel memperingatkan bank sentral di seluruh dunia harus bertindak tegas sekarang untuk memerangi inflasi, meskipun harus menjerumuskan ekonomi mereka ke dalam jurang resesi.

Akibatnya, imbal hasil (yield) surat utang Pemerintah Jerman bertenor 2 tahun melompat 16 bps menjadi 1,135%, tertinggi sejak Juni 2022 seiring dengan bertambah besarnya ekspektasi Bank Sentral Eropa menaikkan suku bunga sebesar 75 bps bulan depan.

Yield surat utang negara di Italia, Spanyol dan Portugal juga mencatatkan kenaikan dua angka (double digit).

Baca Juga: IHSG Melemah 0,04% Pada Senin (29/8), BBCA, ITMG, BMRI Paling Banyak Dibeli Asing

Di pasar valuta asing (valas), nilai tukar dolar AS menguat khususnya terhadap JPY dan Yuan. Ini tidak mengejutkan, mengingat bank sentral Jepang dan bank sentral China adalah dua bank sentral yang masih mempertahankan kebijakan moneter longgar.

Meskipun ada potensi kenaikan suku bunga secara agresif oleh ECB pada bulan September nanti, nilai tukar euro tetap terpuruk akibat krisis energi di Eropa yang memperbesar risiko terjadinya resesi. BUMN energi asal Rusia, Gazprom, diprediksi akan menghentikan pasokan gas alam ke Eropa dari tanggal 31 Agustus hingga 2 September 2022.

Fokus perhatian investor pekan ini tertuju pada rilis data pasar tenaga kerja AS (Non-Farm Payrolls) pada hari Jumat. Angka Non-Farm Payrolls yang lebih tinggi dari estimasi pasar (300.000 pekerja) akan menjadi sentimen positif bagi  dolar AS serta memberi Federal Reserve ruang yang lebih luas untuk mengetatkan kebijakan moneter.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati