Ada Smelter yang Berhenti Produksi Imbas Pasokan Nikel Terbatas



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mengungkapkan saat ini ketersediaan bijih nikel terbatas (short supply) untuk smelter. Beberapa perusahaan ada yang memilih impor, namun ada yang berujung harus menghentikan produksinya. 

Ketua Komite Tetap Minerba Kadin Indonesia, Arya Rizqi Darsono, menjelaskan kondisi di lapangan saat ini memang terjadi kekurangan pasokan bijih nikel. 

Berdasarkan ungkapan Kementerian ESDM beberapa waktu lalu, beberapa smelter yang pasokan bijihnya tergantung pada Blok Mandiodo, terpaksa harus mengimpor bijih nikel dari Filipina. 


Meski ada kekurangan pasokan, lanjut Rizqi, berdasarkan informasi yang didapatnya, pemerintah berencana tidak menambah kuota Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) 2023. Hal ini karena imbas kasus hukum yang mendera Blok Mandiodo yang sedang dalam penyidikan oleh Aparat Penegak Hukum (APH). 

Baca Juga: Pasokan Bahan Baku ke Smelter Melambat, Pengusaha Minta Roadmap Hilirisasi Dievaluasi

“Akibat short supply ini, ada beberapa smelter mengurangi kapasitas produksi bahkan ada yang berhenti produksi. Smelter-smelter yang melakukan impor sebagian besar bergantung supply-nya dari Blok Mandiodo,” jelasnya kepada Kontan.co.id, Jumat (6/10). 

Perihal importasi bijih nikel ini, Rizqi memprediksi, dalam waktu dekat sejumlah perusahaan tersebut tetap melakukan impor hingga pasokan di domestik mencukupi. 

Bahkan, sebagian besar perusahaan tetap melakukan impor sampai kuota RKAB 2024 dirilis tahun depan. Harapannya, 2024 kondisi pasokan bijih nikel sudah lebih stabil. 

Melihat kejadian ini, Kadin Indonesia mendorong agar Peraturan Menteri ESDM terkait izin penugasan eksplorasi dapat segera diterbitkan. Dengan begitu para pelaku usaha dapat terdorong melakukan eksplorasi menemukan sumber daya dan cadangan mineral baru demi mendukung ketahanan nasional.

Sekjen Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan dan Pemurnian (AP3I), Haykal Hubeis sangat menyayangkan kurangnya pasokan bijih nikel ke smelter dalam negeri. 

Menurutnya hal ini mengenaskan karena kontradiksi dengan informasi yang selama ini beredar di mana Indonesia menyimpan cadangan nikel yang melimpah. Ditambah pula saat ini banyak perusahaan, investor nikel yang sedang bergiat untuk melanjutkan pembangunan smelternya di Tanah Air. 

“Namun sayang, semangat ini dihadang oleh masalah short supply bijih nikel itu. Yang lebih meresahkannya, masalah ini datang tiba-tiba tanpa ada persiapan maupun pemberitahuan,” jelasnya dihubungi terpisah. 

Baca Juga: MIND ID Komitmen Lakukan Hilirisasi Industri Pertambangan di Indonesia

Menurutnya, persoalan ini tentu menjadi perhatian khusus bagi pihak pemerintah untuk dicari penyebab dan jalan keluarnya.  

“Lantas siapa saja perusahaan yang mengalami masalah pasokan bijih nikel tersebut dan jangka waktu penyelesaiannya akan seperti apa,” ujarnya. 

Ke depannya, pengusaha berharap pemerintah dapat mengubah peta jalan (roadmap) untuk membenahi industri hilirisasi, khususnya ketersediaan bahan baku. Baginya, kalau pemerintah mau menjamin bahan baku secara merata, pemerintah juga harus terjun langsung melakukan kegiatan Good Mining Practice di area-area yang dianggap berpotensi. 

Melalui cara tersebut, Pemerintah bisa memiliki kebijakan khusus memetakan pasokan bijih nikel  ke perusahaan-perusahaan yang belum memiliki kepastian pasokan bahan baku jangka panjang. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi