KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perusahaan Dana Pensiun BCA (DPBCA) saat ini tengah mengkaji instrumen investasi terbaru yaitu
Surat Utang Negara (SUN) Seri FR0105 dengan tenor 40 tahun, jika cocok Dapen BCA akan berinvestasi di produk tersebut. Untuk diketahui, Surat Utang Negara (SUN) Seri FR0105 yang telah diterbitkan pemerintah pada 22 Agustus 2024 lalu, melalui mekanisme
private placement dengan nilai total sebesar Rp 3 triliun dengan tenor 40 tahun dan yield atau imbal hasil 6,93%. Direktur Utama Dana Pensiun BCA, Budi Sutrisno mengatakan, saat ini Dapen BCA sedang mengkaji dengan menghitung apakah ada kebutuhan perusahaan untuk berinvestasi di SUN Seri FR0105, karena pihaknya harus menyelaraskan antara
maturity date kewajiban klaim pensiun dengan durasi dari investasi. “Jadi kami tidak bisa asal menempatkan saja, harus ada perhitungan kebutuhan investasinya. Jika cocok, kami akan investasi di SUN Seri FR0105 itu,” kata Budi kepada Kontan.co.id, Senin (2/9).
Baca Juga: Pemerintah Terbitkan SUN Tenor 40 Tahun Senilai Rp 3 Triliun Namun, menurut dia, untuk saat ini suku bunga yang ditawarkan oleh SUN Seri FR0105, di tengah isu penurunan suku bunga masih menarik sebagai alternatif investasi jangka panjang. Pasalnya, SUN terbaru ini dari segi imbal hasil akan memberikan pendapatan tetap yang stabil selama 40 tahun, yang bisa sesuai dengan kebutuhan dana pensiun karena harus memenuhi kewajiban jangka panjang kepada peserta. “Dengan jangka waktu yang panjang, SUN ini mengurangi kebutuhan perusahaan untuk terus melakukan reinvestasi pada tingkat suku bunga yang tidak pasti," imbuhnya. Di sisi lain, Budi mengungkapkan bahwa saat ini Surat Berharga Negara (SBN) merupakan instrumen investasi dominan dalam portofolio Dapen BCA. Ia melaporkan, total nilai investasi mencapai Rp 5,81 triliun per Juni 2024. "SBN menyumbang porsi terbesar yaitu 36,45% dari total nilai investasi per Juni 2024," ujar Budi. Selain SBN, alokasi investasi terbesar berikutnya adalah tanah dan bangunan dengan porsi 15,99%. Kemudian, penempatan pada penyertaan langsung sebesar 13,93%, deposito 13,43%, Sertifikat Rupiah Bank Indonesia (SRBI) 7,26%, obligasi 6,61%, serta saham dan reksadana sebesar 6,33%. Lebih lanjut, Budi menyampaikan bahwa penempatan investasi di saham cenderung mengalami penurunan per Juni 2024. Hal ini disebabkan oleh volatilitas yang lebih tinggi dari saham dibandingkan instrumen investasi lainnya seperti obligasi. “Jika pasar saham diperkirakan akan mengalami volatilitas tinggi atau penurunan, dana pensiun cenderung mengurangi eksposur mereka ke saham untuk mengurangi risiko tersebut. Dalam situasi pasar yang tidak pasti, fokus utama adalah pelestarian modal," tambah Budi. Dengan mengurangi alokasi ke saham dan beralih ke instrumen yang dianggap lebih aman seperti SBN atau obligasi, dana pensiun dapat lebih efektif dalam melindungi nilai portofolio mereka.
Meskipun ada potensi untuk meningkatkan alokasi ke instrumen berisiko seperti saham, Budi menekankan bahwa keputusan tersebut harus didasarkan pada analisis mendalam dan pemahaman yang menyeluruh tentang berbagai faktor yang mempengaruhi pasar dan profil risiko peserta. Budi menegaskan bahwa pengelola dana pensiun harus terus memantau kondisi pasar, mengevaluasi kebijakan investasi, dan memastikan bahwa alokasi aset tetap sesuai dengan tujuan jangka panjang serta kebutuhan penerima manfaat.
Baca Juga: Imbal Hasil Investasi Sejumlah Dana Pensiun Tumbuh pada Semester I-2024 Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tri Sulistiowati