Ada tax amnesty, bank genjot kredit korporasi



JAKARTA. Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian merekomendasikan 10 sektor industri untuk dikembangkan menggunakan dana repatriasi tax amnesty (pengampunan pajak).

Adapun, kesepuluh sektor industri tersebut adalah industri makanan dan minuman, industri farmasi, industri petrokimia, industri minyak kelapa sawit (CPO), industri pulp dan kertas, industri kosmetik dan kesehatan, industri tekstik dan aneka, industri ICT, dan industri pembangkit listrik.

Prioritas pengembangan industri oleh pemerintah ini, tentunya dapat menjadi lahan basah bagi perbankan untuk menyalurkan kredit korporasi. 


Apalagi, suku bunga dasar kredit korporasi terbilang lumayan. PT Bank Mandiri (Persero) Tbk misalnya, menetapkan suku bunga dasar kredit korporasi sebesar 10,25%. 

Begitu pula PT Bank Permata, Tbk yang punya suku bunga dasar kredit korporasi sebesar 11,5%.

Direktur Korporasi Bank Mandiri Royke Tumilaar menyatakan, kesepuluh sektor industri yang diprioritaskan tersebut sejalan dengan target ekspansi penyaluran kredit korporasi bank berkode BMRI ini.

Untuk itu, kata Royke, Bank Mandiri akan menaikkan target penyaluran kredit korporasi sampai 50% dari target awal di semester II 2016. 

“Target kami di semester II tadinya Rp 20 triliun, kemungkinan akan digenjot menjadi Rp 30 triliun,” kata Royke kepada KONTAN, Jumat (15/7).

Lain lagi dengan Bank Permata yang memfokuskan penyaluran kreditnya pada semester II di sektor industri makanan dan minuman, serta alat kesehatan. 

“Untuk industri pembangkit listrik juga dinilai prospektif,” jelas Direktur Korporasi Bank Permata, Anita Siswandi kepada KONTAN, Jumat (15/7).

Anita berpendapat, sentimen terhadap pengampunan pajak tidak akan banyak berpengaruh pada penyaluran kredit korporasi Bank Permata. 

“Untuk tax amnesty, kami masih lebih melihat (penyalurannya) ke peluang funding, daripada peluang pengembangan kredit korporasinya,” imbuh Anita.

Itu sebabnya, Bank Permata hanya mematok pertumbuhan kredit korporasi di semester II tahun ini hanya single digit.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dikky Setiawan