KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sentimen perkembangan Brexit yang cukup kuat, membawa pasangan mata uang EUR/USD menguat. Selasa (12/3) pukul 20.38 WIB, EUR/USD menguat 0,26% ke 1,1274 dari posisi kemarin. Analis Monex Investindo Futures, Dini Nurhadi Yasyi menyebut, penguatan pasangan EUR/USD pada hari ini memang terdongkrak oleh perkembangan kasus Brexit yang saat ini memasuki babak baru. Dalam sebuah kesempatan, Ketua Komisi Uni Eropa, Jean-Claude Juncker menyebut, pihaknya tidak akan lagi memberikan kesempatan ketiga bagi Perdana Menteri Inggris, Theresa May. “Permasalahan Brexit dianggap sudah terlalu berlarut, jadi perkembangannya sangat ditunggu oleh pelaku pasar. Karena Inggris masih berada dalam kawasan Eropa, maka sentimen Brexit juga ikut mempengaruhi euro. Apalagi, saat ini Inggris hanya tinggal mempunyai waktu 17 hari menuju tanggal 29 Maret, di mana hasil akhir ditentukan,” jelas Dini pada Kontan.co.id, Selasa (12/3).
Dini melanjutkan, jika pelaku pasar sebenarnya juga belum mengetahui apa kesepakatan yang terjalin antara Inggris dan Uni Eropa. Sebab saat ini Brexit masih terganjal oleh penolakan parlemen dan juga perbatasan Irlandia. Perbatasan Irlandia dianggap krusial, sebab dengan hasil akhir
no deal Brexit, maka Inggris akan menjadi pasar tunggal. Sedangkan sebelumnya, pasar tunggal di kawasan Eropa adalah Uni Eropa itu sendiri. “Jika Inggris menjadi pasar tunggal, maka akan ada hukum perdagangan ekspor dan impor sendiri yang mengatur Inggris dan Uni Eropa. Dan sejak semalam, sentimen inilah yang menekan dollar Amerika Serikat (AS), namun ini pula bentuk volatilitas tersebut,” tambahnya. Dini menilai pergerakan euro dalam jangka pendek masih akan dipengaruhi oleh Brexit. Besok adalah waktu kesepakatan
no deal Brexit, dan dipastikan volatilitas akan menggelayuti EUR/USD sampai Brexit mencapai kesepakatan. Sementara dari sisi AS, data penjualan ritel AS, yang berada di atas ekspetasi juga dinilai tidak mampu menyokong penguatan dollar AS. Data penjualan ritel AS berada di posisi 0,2% dari ekspektasi 0,0%. Sementara pada bulan sebelumnya, data ritel AS menurun tajam di level -1,6%. Hasil ini, walau melampaui ekspektasi, dinilai belum bisa menambal turunnya data penjualan ritel yang dirilis bulan lalu. Sementara pernyataan Gubernur Bank Sentral AS, Federal Reserve, Jerome Powell, yang cenderung bernada
dovish makin membuat dollar AS limbung di hadapan euro pada perdagangan hari ini. Namun, Dini memprediksi, jika penguatan euro pun tak akan berumur panjang. “Sebelum fokus pelaku pasar tertuju pada Brexit, dollar AS menjadi pilihan utama investasi. Keadaan fundamental ekonomi mereka dianggap lebih solid dibandingkan dengan negara di kawasan Eropa dan Inggris. Sehingga kecenderungan pelaku pasar kembali lagi kepada dollar AS masih cukup santer di tengah perkembangan Brexit ini,” tuturnya. Dirinya menambahkan, Selasa waktu AS, rilis data inflasi AS akan dipublikasikan. Banyak pihak berekspektasi inflasi AS meningkat 0,2% sebab pada Januari Negara Paman Sam ini mengalami deflasi. Jika data yang dirilis nanti melebihi atau sesuai dengan ekspektasi, maka keyakinan pelaku pasar terhadap dollar AS semakin kuat.
Sebaliknya, dari sisi euro dalam waktu dekat belum ada rilis data yang ditunggu. Pernyataan Mario Draghi, Gubernur Europe Central Bank (ECB) yang mengindikasikan perlambatan ekonomi kawasan Eropa masih membayangi euro. Sehingga katalis pergerakan yang mengangkat euro masih sedikit dan tidak terlalu kuat. Secara teknikal, Dini melihat pasangan EUR/USD berada di
moving average (MA) berada di bawah 50, MA 100, dan MA 200, yang menunjukkan sifat
bearish. Lalu, MACD turun di area negatif 0,0029, RSI juga terlihat jenuh jual, dan terlihat aksi konsolidasi di titik 42,92. Ini mengindikasikan adanya percobaan
bullish. Dini merekomendasikan
buy on rally. Sementara untuk pergerakan pasangan EUR/USD besok, Dini meramal akan berada di rentang 1,1195 – 1,1320. Sementara untuk sepekan ke depan, akan bergerak di rentang 1,1100 – 1,1400. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati