Ada Tol Cipali, Cirebon layak gantikan Cilamaya



JAKARTA. Praktisi logistik menilai, untuk saat ini Cirebon merupakan lokasi yang paling ideal sebagai pengganti pelabuhan yang tadinya akan dibangun di Cilamaya. Salah satu alasan, antara lain karena dibukanya jalan tol Cikopo-Palimanan (Cipali), yang membuat akses menuju Cirebon menjadi lebih lancar dan waktu tempuh menjadi lebih singkat.

“Dari sisi logistik, keberadaan Cipali sangat mendukung. Makanya, untuk saat ini yang cukup ideal untuk menggantikan Cilamaya adalah Cirebon,” kata Anang Hidayat, yang juga Senior Manager Logistics PT GPI Logistics, Selasa (30/6).

Dengan akses yang lebih mudah, lanjut Anang, maka waktu tempuh bisa menjadi lebih cepat. Akibatnya, target untuk mencapai gudang pada saat bussines hour bisa tercapai dan mengurangi risiko keterlambatan. Ketepatan waktu ini penting, karena jika terlambat satu jam saja, misalnya, maka risiko overtime cost dan overnight cost menjadi lebih besar.


Tidak hanya jalan tol Cipali, keberadaan fasilitas lain juga sangat mendukung jika Cirebon menjadi pelabuhan internasional menggantikan Cilamaya. Di antaranya Bandara Internasional Kertajati dan keberadaan jalur kereta api. Keberadaan fasilitas tersebut, lanjut Anang, memang diperlukan dan sangat menunjang keberadaan suatu pelabuhan.

Hal lain yang tak kalah penting, karena di Cirebon sudah terdapat pelabuhan. Artinya, untuk membangun pelabuhan bertaraf internasional tidak perlu dimulai dari nol. Namun, cukup melalui pengembangan dan pendalaman pelabuhan yang sudah ada. “Dari sisi biaya, pengembangan pelabuhan yang ada tentu lebih murah dan cepat dibangkan harus membangun dari awal,” kata Anang.

Dalam konteks itulah Anang menekankan, bahwa penentu kebijakan sudah selayaknya menjadikan Cirebon sebagai prioritas pengganti Cilamaya. Meski harus diakui bahwa terdapat aspek lain yang juga bisa dijadikan pertimbangan di luar aspek transportasi itu tadi.

Namun, penentuan lokasi pengganti Cilamaya memang sangat mendesak. Alasannya, untuk mengurangi beban Pelabuhan Tanjung Priok yang menurutnya sudah over load. Dengan adanya pengganti Cilamaya, lanjut Anang, maka biaya logistik dari aspek transportasi bisa semakin ditekan.

Sementara Manajer Kampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Ode Rakhman mengatakan, lokasi manapun yang akan dipilih, hendaknya sudah lulus kajian dan memenuhi syarat lingkungan hidup dan sosial masyarakat setempat. “Jika sudah memenuhi syarat, silakan saja mana yang bisa dipilih,” kata Ode.

Salah satu yang harus menjadi perhatian adalah potensi penambahan beban yang sudah ada di calon lokasi yang akan dipilih. Apakah selama ini sudah menjadi area eksploitasi penambangan atau tidak, serta seberapa besar tingkat pembangunan infrastruktur di daerah tersebut.

Di pesisir selatan Pulau Jawa, misalnya, selama ini banyak terjadi eksploitasi pasir besi oleh penambang setempat. Artinya, jika kemudian terdapat pembangunan pelabuhan bertaraf internasional, sudah barang tentu akan menambah beban lokasi dimaksud.

Sedangkan pesisir utara seperti Indramayu dan Subang, biasanya beban yang ada berupa pembangunan infrastruktur dan reklamasi. Artinya, jika pada lokasi tersebut dipaksakan pembangunan pelabuhan pengganti Cilamaya, maka lag-lagi akan menambah beban ekosistem bagi lokasi tersebut. “Makanya, jika pemerintah cerdas seharusnya menjadikan persoalan lingkungan hidup tersebut sebagai salah satu materi kajian,” kata Ode.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia