KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perum Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia (LPPNPI) atau AirNav Indonesia menyebutkan ada tagihan Rp 1,52 triliun dari sejumlah maskapai nasional maupun internasional. Sekretaris Jenderal Indonesia National Air Carriers Association atau INACA Bayu Sutanto menyebutkan tagihan itu merupakan gabungan dari masa pandemi. "Ya carry over dari pandemi," ujar Bayu kepada Kontan.co.id, Selasa (19/9) pagi tadi.
Ia menyebutkan maskapai tidak akan lepas dari tanggung jawab untuk membayar tagihan tersebut. Namun tentu saja ada beberapa hal yang perlu dikoordinasikan kembali. "Dibayar tapi direskedul atau restrukturisasi tentunya," ujarnya. Sebelumnya Direktur Utama AirNav Indonesia Polana Banguningsih Pramesti melaporkan, total piutang tersebut merupakan akumulasi dari tahun 2018 hingga kuartal II-2023. "Komposisi utang Rp 1,52 triliun, di mana 76% dari maskapai domestik dan 24% maskapai asing," ujar Polana dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi XI DPR RI, Senin (18/9). Berdasarkan paparannya, jumlah piutang tersebut terus mengalami peningkatan. Misalnya pada tahun 2018 hanya sebesar Rp 819 miliar, kemudian pada tahun 2019 meningkat menjadi Rp 912 miliar dan pada akhirnya pada kuartal III-2023 melonjak mencapai Rp 1,52 triliun. Polana menyebut, sebanyak 76% piutang tersebut berasal dari maskapai domestik. Sementara 24% lainnya merupakan maskapai asing. Dirinya memerinci, maskapai domestik yang masih memiliki tunggakan kepada AirNav antara lain Garuda Indonesia, Citilink, Sriwijaya Air, Batik Air, Super Air Jet hingga Susi Air. "Kami sudah melakukan langkah-langkah dari utang tersebut, sebagian sudah direstrukturisasi," katanya.