KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komisi V DPR RI melakukan rapat dengar pendapat membahas revisi Undang-Undang (UU) Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ). Dalam rapat tersebut, Pengamat Kebijakan Publik Alvin Lie mengusulkan agar pemerintah mengatur penggunaan kendaraan sepeda bermotor yang digunakan sebagai transportasi umum atau ojek online ke revisi UU LLAJ. “Ojek online saat ini sudah seperti angkutan umum yang menjadi kebutuhan masyarakat, namun ojek online masih belum memiliki payung hukum,” katanya pada Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi V, Senin (13/6)
Dia mengatakan, keberadaan ojek online ini masih problematik karena belum ada payung hukum yang mengaturnya. Selama ini, UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang LLAJ juga belum mengatur tentang penggunaan kendaraan roda dua sebagai sarana transportasi umum untuk mengangkut penumpang maupun barang.
Baca Juga: Usulan YLKI: Pajak Kendaraan Dihapus, Penerbitan SIM Dialihkan ke Kemenhub Aturan terkait kendaran roda dua saat ini hanya diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 12 Tahun 2019. Namun, Alvin Lie menganggap aturan ini tidak mengacu pada undang-undang. "Angkutan online ini problematik karena bertentangan dengan banyak aspek di dalam UU. Sebuah peraturan menteri juga tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi yaitu Undang-Undang," tambahnya. Ada hal yang perlu menjadi catatan untuk mengatur keberadaan ojek online dalam UU LLAJ. Yang pertama, soal surat izin mengemudi (SIM). Menurut Alvin Lie, syarat kendaraan angkutan umum harus memiliki SIM khusus. Maka hal ini juga harus diterapkan pada pengemudi ojek online. Kedua, terkait dengan plat nomor kendaraan. Angkutan umum diwajibkan untuk menggunakan plat warna kuning. Namun saat ini ojek online masih menggunakan plat biasa layaknya kendaraan pribadi. “Oleh sebabnya , karena ojek online sudah menjadi kebutuhan masyarakat maka harapannya UU LLAJ dapat menjadi payung hukum yang mengatur keberadaan ojek online,” imbuhnya.
Baca Juga: YLKI Usul Penerbitan SIM Dialihkan ke Kemenhub, Ini Alasannya Alvin Lie juga mengusulkan untuk mengatur keberadaan mobil dan sepada listrik dalam revisi UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan. Dia mengatakan, keberadaan kendaraan listrik ini sudah cukup masif di Indonesia. Kementerian Perhubungan mencatat populasi dari kendaraan listrik pada tahun 2021 mencapai 14.400 unit. Dus, ia pun mendorong agar tata cara dan keamanan dalam mengendarai kendaran listrik. Termasuk juga dalam hal sertifikasi kenaaikan teknis kendaraan, komponen, aspek keselamatan sama halnya dengan kendaraan pada umumnya. “Saat ini keberadaan kendaraan listrik hanya diatur melalui Peraturan Menteri dan Peraturan Presiden. Namun tetap perlu keberadaanya diatur langsung dalam UU LLAJ,” ucapnya. Seperti diketahui, Revisi UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang LLAJ telah masuk dalam agenda perubahan prolegnas 2020-2024. Diharapkan revisi mampu meningkatkan pelayanan lalu lintas. Pelayanan publik yang prima bagi masyarakat dan pengguna jalan tidak hanya mendorong pertumbuhan ekonomi, tetapi juga memberi manfaat bagi semua pihak.
Dalam pembahasan penyusunan RUU LLAJ sendiri terdapat sejumlah isu. Diantaranya terkait pengaturan angkutan online, mengenai registrasi dan identifikasi kendaraan, kewenangan dan pengaturan angkutan barang over dimension and over load, hingga sistem perpajakan angkutan online preservasi. Selain itu, kewenangan antara Korlantas Polri dan Kementerian Perhubungan mengenai registrasi dan identifikasi kendaraan juga mendapatkan sorotan publik. Ditambah juga terkait sumbangsih perusahaan jasa transportasi online bagi pemasukan negara karena selama bertahun-tahun keberadaan mereka tidak dikenai pajak.
Baca Juga: Ini Poin-poin Revisi UU Tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ) Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat