Ada Usulan Kenaikan Tarif Premi Asuransi Gempa Bumi, Ini Respons Asuransi Umum



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah asuransi umum angkat bicara terkait usulan Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) agar tarif asuransi gempa bumi dinaikkan pada tahun depan. 

AAUI mengusulkan tarif premi asuransi gempa bumi bisa naik 5%-10% atau maksimal kemungkinan 7% pada tahun depan. Nilai itu didapat berdasarkan perhitungan sesar gempa yang baru dan beberapa hal.

Mengenai hal itu, PT Asuransi Wahana Tata (Aswata) mengatakan bahwa kenaikan tarif premi asuransi gempa bumi perlu dilakukan.


Baca Juga: Respons Usulan Tarif Asuransi Gempa Bumi, Great Eastern Khawatir Permintaan Turun

"Kenaikan tarif tersebut kemungkinan mempertimbangkan karena risiko gempa bumi naik. Sebab, adanya sesar baribis di Pulau Jawa," ujar Presiden Direktur Aswata Christian Wanandi kepada Kontan, Jumat (4/10).

Lebih lanjut, Christian menyampaikan asuransi gempa bumi belum terlalu banyak yang beli. Sebab, masyarakat di daerah rawan gempa saja yang membeli. Menurutnya, yang paling terpenting saat ini adalah membuat awareness dan edukasi bagi masyarakat ke depannya terkait asuransi gempa bumi.

Sementara itu, PT Asuransi Jasindo Syariah mengatakan apabila nantinya tarif premi dinaikkan, perusahaan akan mengikuti aturan tersebut.

"Jasindo Syariah tentu akan tunduk pada segala ketetapan regulasi. Kami percaya regulasi pada dasarnya diberlakukan demi kebaikan bersama dan stabilitas ekonomi nasional," ujar Wahyudi,  Corporate Secretary Jasindo Syariah kepada Kontan, Jumat (4/10).

Lebih lanjut, Wahyudi menyebut kebutuhan proteksi terhadap gempa masih menjanjikan, khususnya sebagai antisipasi bagi para pemilik bisnis. 

Selain itu, dia memproyeksikan permintaan asuransi bencana terus naik, seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap dampak bencana alam. 

Wahyudi juga mengatakan isu megathrust yang diperingatkan oleh BMKG, juga berdampak terhadap kenaikan permintaan asuransi gempa. Pada Jasindo Syariah, dia menerangkan proteksi terhadap risiko gempa merupakan tambahan manfaat yang melekat pada polis utama. 

"Sampai Agustus 2024, Jasindo Syariah mencatatkan kontribusi dari asuransi gempa sebesar Rp 6,47 miliar," kata Wahyudi.

Sebaliknya, PT Great Eastern General Insurance Indonesia (GEGI) menilai kurang tepat untuk menaikkan tarif premi asuransi gempa di tengah upaya untuk meningkatkan penetrasi asuransi yang masih sangat rendah.

Baca Juga: AAUI Usul Tarif Asuransi Gempa Bumi Dinaikkan pada Tahun Depan

"Kenaikan tarif premi dikhawatirkan akan menurunkan permintaan asuransi gempa," ucap Marketing Director Great Eastern General Insurance Indonesia Linggawati Tok kepada Kontan, Kamis (3/10).

Linggawati menerangkan bahwa saat ini tarif asuransi gempa adalah yang paling tinggi, bahkan dua sampai tiga kali lipat dibandingkan dengan tarif asuransi kebakaran dan property all risk.

Oleh karena itu, dia beranggapan kenaikan 5%-10% yang diisyaratkan oleh asosiasi dikhawatirkan akan memberatkan konsumen. Tak hanya itu, dikhawatirkan konsumen yang sudah membeli asuransi gempa tidak memperpanjang polis di tahun berikutnya.

Menurut Linggawati, pasar asuransi gempa bumi masih begitu besar ke depannya. Sebab, hal itu berdasarkan posisi Indonesia yang dikelilingi oleh ring of fire dengan ragam bencana alam yang mengancam, terutama risiko gempa bumi yang hampir terjadi dari ujung Barat sampai Timur di Indonesia. Ditambah adanya ancaman Megathrust sudah menjadi pembicaraan hangat di industri asuransi dalam 10 tahun terakhir.

"Jadi, seharusnya membeli asuransi gempa adalah kebutuhan utama masyarakat Indonesia, sehingga pangsa pasarnya sangat besar. Tentu perlu keberpihakan pemerintah untuk melindungi masyarakat sebelum dan sesudah bencana," tuturnya.

Sementara itu, Linggawati menerangkan Great Eastern telah meraih Rp 59 miliar premi asuransi gempa bumi sampai Agustus 2024. Nilai itu meningkat 20%, jika dibandingkan periode sama tahun sebelumnya. Dia menjelaskan kontribusi premi terbesar adalah dari sektor komersial dan industrial sebesar 90%, sedangkan dari sektor retail dan rumah tinggal masih sekitar 10%.

Lebih lanjut, Linggawati menjelaskan Great Eastern memilik sekitar 8.000 nasabah rumah tinggal hingga Agustus 2024. Adapun 25% adalah nasabah yang terikat dengan kredit bank. 

Hal yang menarik adalah bank umumnya hanya mempersyaratkan asuransi kebakaran saja untuk aset kredit kepemilikan rumah. Faktor utamanya karena premi asuransi gempa bumi masih sangat mahal, yakni dua kali lipat harganya dari premi asuransi kebakaran. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi