KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah memastikan komoditas utama Indonesia yang terdampak kebijakan UU Anti Deforestasi atau European Union Deforestation Regulation (EUDR) tetap bisa mengakses pasar Uni Eropa (UE). Hal ini dikatakan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto saat memberikan sambutan secara virtual dalam
The 19th Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) and 2024 Price Outlook, Kamis (2/11). "Pemerintah siap berkolaborasi dengan Uni Eropa dalam membangun kerangka kerja yang mendorong pertanian berkelanjutan, termasuk produksi minyak nabati, dengan cara yang inklusif, holistik, adil, dan tidak diskriminatif." kata Airlangga.
Baca Juga: Musim Mas Group Kantongi Sertifikasi ISPO untuk 17 Anak Perusahaan di Bisnis Hulu Diketahui, melalui kebijakan EUDR untuk membatasi deforestasi yang disebabkan oleh kegiatan kehutanan dan pertanian di seluruh dunia, akan memberikan dampak langsung pada komoditas utama Indonesia yakni kelapa sawit, kopi, kakao, karet, kedelai, sapi, dan kayu. Hal ini menjadi kekhawatiran bagi Indonesia mengingat UE menjadi salah satu pasar tujuan Indonesia dalam melakukan ekspor. Untuk itu, saat ini pemerintah bersama The Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) telah menjalin komunikasi intensif dengan komisi Uni Eropa untuk mengatasi tekanan tersebut dan telah menghasilkan enam tim kerja termasuk inklusivitas petani kecil, skema sertifikasi yang relevan, ketertelusuran, data ilmiah mengenai deforestasi dan degradasi hutan, serta perlindungan data privasi. Selain itu, pemerintah juga mengembangkan
clearing house untuk memastikan seluruh komoditas perkebunan yang akan diekspor dapat ditelusuri untuk menjamin pasar global bahwa produk-produk tersebut dihasilkan dari perkebunan yang berkelanjutan.
Baca Juga: UU Anti Deforestasi Berpotensi Hambat Ekspor Kopi RI Sebesar Rp 3,45 Triliun Menko Airlangga juga menjelaskan bahwa pengembangan kelapa sawit berkelanjutan turut didorong melalui Indonesia
Sustainable Palm Oil Plantation Certification System (ISPO). Sertifikasi ISPO menjamin praktik produksi yang dilakukan oleh perusahaan dan petani kelapa sawit mengikuti prinsip dan kaidah keberlanjutan. Selain ISPO, Pemerintah Indonesia juga mendukung sertifikasi sukarela melalui skema
Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO). "Sangat penting bagi Uni Eropa untuk mengakui dan menyadari sepenuhnya bahwa standar keberlanjutan nasional negara-negara produsen dapat memenuhi persyaratan yang diperlukan untuk mengakses pasar Uni Eropa,” tegas Airlangga. Sebelumnya, Menteri Pedagangan Zulkifli Hasan (Zulhas) mengatakan, akibat kebijakan UU Anti Deforestasi, sekitar US$ 6,7 miliar nilai ekspor Indonesia ke Uni Eropa berpotensi terhambat.
Baca Juga: Indonesia dan Malaysia Siap Gugat Eropa ke WTO Soal UU Anti Deforestasi "Jadi UU deforestasi ini akan sangat mengganggu kita, walaupun memang belum sekarang berlaku. Kan ada tahapan-tahapannya ya sampai 2025, tapi kan tahun 2025 sudah sebentar lagi," kata Zulhas dalam diskusi Dampak UU Deforestasi di Kementerian Pedagangan, Senin (1/8).
UU Anti Deforestasi secara langsung akan merugikan sebanyak 8 juta petani kopi, sawit, karet, kakako, kayu dan produk turunanya di Indonesia. Zulhas juga menyebut, UU Anti Deforestasi ini bersifat diskriminatif. Melalui UU ini, Uni Eropa dapat langsung memasukan negara-negara yang dianggap memiliki risiko tinggi akan deforestasi. "Jadi kalau Indonesia masuk ke daftar high risk, mereka kita bisa langsung di blacklist. ini menciptakan hambatan perdagangan," jelas Zulhas. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli