Ada wacana moratorium PKPU, pengamat ingatkan beberapa hal ini



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Akademisi Hukum Ekonomi Universitas Indonesia Teddy Anggoro menyoroti rencana moratorium Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dan kepailitan.

Teddy menyayangkan bila hal tersebut dilakukan pada masa krisis akibat pandemi virus corona (Covid-19) seperti saat ini. Pasalnya, PKPU dan kepailitan dinilai menjadi salah satu upaya paling efisien bagi debitur dalam merestrukturisasi utang.

"Kita dua kali selamat krisis karena syarat kepailitan yang mudah," ujar Teddy dalam Webinar Kupas Tuntas Rencana Moratorium Kepailitan dan PKPU, Jumat (3/9).


Meski begitu, Teddy menyampaikan beberapa hal bila pemerintah ngotot melalukan moratorium. 

Pertama hal yang harus diperhatikan terkait contoh penerapan di negara lain.

Baca Juga: Pakar sebut moratorium PKPU bisa membuat peringkat EODB merosot

Teddy bilang penerapan moratorium PKPU di berbagai negara telah selesai seiring pulihnya sektor ekonomi. Sehingga rencana moratorium di Indonesia cenderung terlambat.

Selain itu, lama waktu penerapan moratorium juga menjadi hal penting. Teddy menegaskan moratorium tidak dapat dilakukan untuk jangka waktu yang panjang.

"Saya dengar-dengar mau 3 tahun, wah kepentingan siapa ini?" ungkap Teddy yang juga merupakan Ketua Tim Penyusun Naskah Akademik Revisi UU Kepailitan.

Pelaksanaan moratorium juga harus memperhatikan skema pelaksanaannya. Teddy menyebut bila moratorium diterapkan, hanya berlaku bagi pengajuan PKPU oleh kreditur, sementara pengajuan PKPU oleh debitur harus tetap dapat dilakukan.

Pemerintah juga harus memberi perhatian bagi pekerja dalam perusahaan yang tidak dapat digugat PKPU. Meski tidak dapat digugat PKPU, hak pekerja tetap harus dibayarkan.

Sebelumnya pemerintah tengah mengkaji rencana moratorium kepailitan dan PKPU. Rencana tersebut menjadi salah satu usulan dari pelaku usaha di tengah pandemi Covid-19.

Selanjutnya: DPR Minta Pemerintah Hati-hati Terkait Moratorium PKPU

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi