Ada Wacana Penutupan PLTU Privat Milik Pelaku Industri, Begini Respons Pengusaha



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Wacana pemerintah untuk penutupan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) swasta di kawasan industri mendapat sorotan dari perwakilan pelaku industri Tanah Air.

Seperti yang diketahui, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) berencana menutup PLTU privat yang dimiliki oleh pelaku industri untuk memenuhi kebutuhan listrik internal perusahaan. Hal ini dilakukan sebagai upaya pemerintah menekan polusi udara.

Sebagai gantinya, pelaku industri yang bersangkutan direncanakan mendapat subsidi dalam membeli listrik dari PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).


Baca Juga: Penutupan PLTU Privat dan Pemberian Listrik Murah Bagi Industri Sedang Dikaji

Wakil Ketua Bidang Industri Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Johnny Darmawan menilai, rencana penutupan PLTU di kawasan industri dan peralihan ke pembangkit milik PLN sebenarnya merupakan bagian dari usaha pemerintah untuk memaksimalkan kondisi pasokan listrik nasional yang masih oversupply.

Ini mengingat dalam beberapa tahun terakhir Indonesia cukup jor-joran dalam membangun pembangkit listrik baru melalui proyek pembangkit 35.000 MW. Namun, hal tersebut tidak dibarengi oleh pertumbuhan konsumsi listrik yang optimal. “Karena oversupply, sekarang PLN coba kasih benefit ke pelaku industri,” kata dia, Rabu (6/9).

Meski tidak disebut rinci, Johnny menjelaskan bahwa pada masa lampau banyak pelaku industri yang membangun sendiri pembangkit listriknya karena waktu itu pasokan listrik nasional masih terbatas. Kondisi berbeda terjadi pada masa sekarang.

Kadin sendiri pada dasarnya tidak keberatan apabila pemerintah menutup pembangkit-pembangkit privat milik pelaku industri dan mengalihkannya ke pembangkit PLN. Namun, PLN harus bisa memastikan bahwa kualitas listrik yang dialirkannya ke seluruh pabrik industri benar-benar terjamin dan tanpa kedip alias tidak terjadi byarpet.

Industri manufaktur membutuhkan pasokan listrik yang stabil dan punya cadangan pasokan yang mumpuni. Apalagi, pabrik-pabrik manufaktur biasanya beroperasi selama 24 jam sehari. Terdapat periode waktu tertentu di mana beban listrik di suatu kawasan industri mengalami lonjakan.

“Sekali saja terjadi byarpet, produksi pelaku industri bisa terganggu. Efeknya terhadap biaya pengeluaran perusahaan juga signifikan,” ungkap Johnny.

Dia juga berharap pemerintah dan PLN melakukan kajian yang mendalam terkait rencana penutupan pembangkit privat milik pelaku industri. Baik pemerintah dan PLN perlu memetakan seberapa banyak kebutuhan listrik industri serta ketersediaan atau persebaran pembangkit milik PLN itu sendiri. Efek kebijakan tersebut secara jangka panjang tentu harus dipikirkan oleh para stakeholder terkait.

Baca Juga: Kemenko Marves Kaji Penutupan PLTU Privat dan Pemberian Listrik Murah Bagi Industri

“Bisa jadi ada daerah tertentu yang banyak aktivitas industri tapi justru PLN belum bisa menjangkaunya secara maksimal,” ujarnya.

VP Head Investor Relations PT Surya Semesta Internusa Tbk (SSIA) Erlin Budiman menyebut, kawasan industri kelolaan SSIA, yakni Suryacipta City of Industry (Karawang) dan Subang Smartpolitan (Subang) sama-sama menggunakan listrik langsung dari PLN.

Khusus untuk Subang Smartpolitan, SSIA telah menjalin kerja sama dengan PLN pada April 2023 lalu terkait penyediaan listrik untuk kawasan industri tersebut. Dalam hal ini, PLN berkomitmen menyediakan listrik dengan kapasitas mencapai 650 MW untuk kawasan Subang Smartpolitan.

Lantaran Subang Smartpolitan masih dalam tahap pengembangan, Manajemen SSIA belum memiliki data yang pasti terkait biaya listrik kawasan industri tersebut. “Untuk kawasan industri Suryacipta di Karawang, total biaya listriknya 5% dari opex (operating expense),” tandas Erlin, Rabu (6/9).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .