KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Adaro Energy Tbk (
ADRO) melaporkan penurunan volume penjualan dan produksi sepanjang 2021. Mengutip laporan operasional di laman Bursa Efek Indonesia, volume penjualan batubara ADRO pada tahun 2021 sebesar 51,58 juta ton. Realisasi ini menurun 5% secara
year-on-year (yoy). Dari sisi produksi, ADRO mencatat total produksi 52,70 juta ton pada tahun 2021, setara dengan penurunan 3% dari tahun 2020. Meski terkoreksi, realisasi ini masih sesuai target produksi yang ditetapkan, yakni 52 juta ton sampai 54 juta ton. Adapun total pengupasan lapisan penutup atau
overburden (OB) removal tahun 2021 mencapai 218,90 juta bank cubic meter (bcm). Angka ini naik 4% yoy yang menghasilkan nisbah (rasio) kupas 4,15 kali untuk tahun 2021.
Nisbah kupas ini lebih rendah daripada target yang ditetapkan sebesar 4,8 kali. Rendahnya nisbah kupas karena curah hujan yang berada di atas rata-rata sepanjang tahun yang mempengaruhi operasi dan aktivitas pengupasan lapisan penutup.
Baca Juga: Simak Rekomendasi Saham BBCA, ADRO, ASII Saat IHSG Diramal Menguat Pada Kamis (24/2) Pada kuartal keempat 2021 sendiri, produksi batubara ADRO mencapai 13,06 juta ton, atau 3% lebih rendah daripada periode yang sama tahun sebelumnya. Total volume penjualan batubara pada kuartal keempat 2021 tercatat 12,72 juta ton, menurun 6% secara tahunan. Menurut segmen geografisnya, wilayah Asia Tenggara dan Asia Timur menduduki posisi tertinggi untuk destinasi ekspor ADRO, yang masing-masing mengambil porsi 20%. China meliputi 19% penjualan ADRO di periode 2021. Hal ini sejalan dengan peningkatan permintaan negara tersebut terhadap batubara Indonesia. Kondisi pasar batubara thermal tetap solid namun fluktuatif pada kuartal keempat 2021, menutup tahun yang secara umum lebih baik daripada yang diharapkan. China tetap menjadi faktor penentu yang utama bagi permintaan dan harga batubara seaborne pada kuartal keempat 2021. “Namun, pada umumnya, perbaikan kegiatan ekonomi di beberapa negara berkat stimulus fiskal dan moneter serta pelonggaran terhadap pembatasan Covid-19, bersama dengan kekurangan suplai di pasar seaborne global, telah menyebabkan harga batubara melonjak,” tulis Febriati Nadira, Head of Corporate Communications Adaro Energy Indonesia dalam keterangan resminya, Kamis (24/2). Di wilayah Asia Utara di luar China, permintaan yang kuat dan harga gas yang sangat tinggi terus mendorong kenaikan harga batubara Newcastle. Jepang, Korea Selatan dan Taiwan meningkatkan impor batubara Australia karena China terus menerapkan larangan terhadap batubara asal negeri Kanguru ini.
Baca Juga: IHSG Diproyeksi Melanjutkan Penguatan Pada Kamis (24/2) Sementara di India, produksi domestik juga meningkat karena tipisnya persediaan di awal tahun. Ditambah dengan rendahnya harga spot listrik, penetapan tarif listrik jangka panjang, dan tingginya harga batubara seaborne, pembangkit-pembangkit listrik banyak menghindari batubara impor Target 2022 Emiten yang dinakhodai Garibaldi ‘Boy’ Thohir ini telah menetapkan panduan operasional untuk tahun 2022. Produksi batubara ditargetkan di rentang 58 juta ton sampai 60 juta ton dengan nisbah kupas 4,1 kali. EBITDA operasional ditargetkan sebesar US$ 1,9 miliar sampai US$ 2,2 miliar.
Tahun ini, ADRO menganggarkan alokasi belanja modal atau
capital expenditure (capex) sebesar US$ 300 juta sampai US$ 450 juta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto