Adaro Energy (ADRO) menaikkan volume produksi batubara di tengah tekanan pasar



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja PT Adaro Energy Tbk (ADRO) sepanjang 2019 turun. Manajemen menjelaskan penurunan tersebut disebabkan oleh adanya tekanan pada pasar batubara.

Presiden Direktur dan Chief Executive Officer Adaro Garibaldi Thohir ini menyampaikan bahwa kinerja sepanjang 2019 berhasil mencapai panduan operasional maupun keuangan, meski harus menghadapi tekanan pasar.

"Kami gembira dengan kinerja perusahaan pada tahun 2019 karena di tengah pasar yang sulit, kami berhasil mencetak kinerja finansial yang solid berkat pertumbuhan volume tahunan yang tinggi dan pengendalian biaya yang berkelanjutan," ujar Garibaldi dalam rilis kinerja ADRO, Rabu (4/3).


Baca Juga: Pendapatan dan laba Adaro Energy (ADRO) turun sepanjang 2019

Selain itu, imbuh Garibaldi, suksesnya penerbitan obligasi senilai US$ 750 juta dan dimulainya operasi PLTU 2x100 MW PT Tanjung Power Indonesia menandai beberapa pencapaian kami pada tahun 2019.

Selanjutnya, manajemen menjelaskan penurunan pendapatan ADRO yang mencapai 4,42% terutama karena harga jual rata-rata yang turun 13%. Di tengah penurunan harga, penjualan Adaro meningkat 9% menjadi 59,19 juta ton.

Adaro mencatat peningkatan produksi sebesar 7% menjadi 58,03 juta ton. Jumlah tersebut melebihi panduan yang ditetapkan pada kisaran 54 juta ton-56 juta ton. Kenaikan volume produksi inilah yang menyebabkan beban pokok Adaro mengalami peningkatan. Nisbah kupas gabungan mencapai 4,69 kali atau lebih tinggi dr panduan yang ditetapkan sebesar 4,56 kali.

Baca Juga: Adaro Energy (ADRO) optimistis ekspor tak terganggu penurunan konsumsi batubara China

Selain itu, sepanjang 2019 EBITDA operasional Adaro Energy tercatat sebesar US$ 1,21 miliar atau turun 14% dari US$ 1,41 miliar. Namun capaian tersebut sedikit melampaui panduan EBITDA operasional 2019 yang ditetapkan sebesar US$ 1 miliar-US$ 1,2 miliar. Marjin EBITDA operasional tercata 35%.

Manajemen ADRO menjelaskan perhitungan EBITDA operasional tidak memasukkan kerugian dari pelepasan aset tetap yang mencapai US$ 68,6 juta, kerugian instrumen keuangan derivatif dan penurunan nilai aset batubara kalori rendah di Kalimantan Timur yang mencapai US$ 34,5 juta.

Belanja modal bersih Adaro sepanjang 2019 tercatat sebesar US$ 489 juta dari panduan yang ditetapkan sebesar US$ 450 juta-US$ 600 juta. Realisasi tersebut turun 1% dari tahun sebelumnya. Dana belanja modal tersebut digunakan untuk pembelian dan penggantian alat berat serta pengembangan Adaro MetCoal Companies (AMC).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati