KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lonjakan harga batubara mendongkrak kinerja keuangan PT Adaro Energy Indonesia Tbk (
ADRO). Usai mencetak rekor pada tahun 2022, ADRO menggelar sejumlah strategi untuk menjaga keberlanjutan usaha. ADRO meraih laba bersih US$ 2,49 miliar pada tahun lalu, meroket 167,07% dibanding tahun 2021 senilai US$ 933,49 juta. Hasil itu didapat dari pendapatan usaha yang melesat 103% secara tahunan, dari US$ 3,99 miliar menjadi US$ 8,10 miliar. Presiden Direktur dan CEO Adaro Energy Garibaldi Thohir mengatakan, ADRO sukses mencatat rekor kinerja tertinggi berkat operasi yang efisien. Dengan dorongan kenaikan volume penjualan maupun harga jual rata-rata atau
Average Selling Price (ASP).
Baca Juga: Intip Rekomendasi Saham Adaro Minerals (ADMR) yang Cetak Kinerja Moncer di 2022 ADRO memproduksi 62,88 juta ton batubara sepanjang tahun lalu, lebih tinggi dari proyeksi di angka 58 juta - 60 juta ton. Hasil ini menunjukkan kenaikan 19% dibanding produksi batubara ADRO tahun 2021 sebanyak 52,70 juta ton. ADRO mengerek volume penjualan batubara dengan target 62 juta sampai 64 juta ton pada tahun ini. Terdiri dari 58 juta - 60 juta ton batubara termal dan 3,8 juta - 4,3 juta ton batubara metalurgi dari anak usaha, PT Adaro Minerals Indonesia Tbk (
ADMR). Volume produksi ADMR, Balangan Coal Companies dan PT Mustika Indah Permai diperkirakan akan meningkat pada tahun ini. Proyek tersebut tidak termasuk target tambang Kestrel sebesar 6 juta ton. Setelah meroket pada tahun lalu, Head of Corporate Communication Adaro Energy Indonesia Febriati Nadira menegaskan, harga batubara tidak dapat diprediksi. Dus, Nadira belum bisa memberikan estimasi level pendapatan dan laba ADRO di tahun ini. Meski begitu, Nadira menyebut bahwa ADRO masih punya prospek yang optimistis. Terutama didorong oleh pertumbuhan permintaan di wilayah Asia Tenggara termasuk Indonesia, serta di kawasan Asia Selatan. "Adaro tetap fokus pada segala sesuatu yang dapat kami kontrol seperti kontrol operasional untuk memastikan pencapaian target perusahaan seperti yang telah ditetapkan dan efisiensi biaya," kata Nadira saat dihubungi Kontan.co.id, Jumat (3/3). ADRO akan mengikuti perkembangan pasar dengan tetap menjalankan kegiatan operasional sesuai rencana di tambang-tambang yang dimilikinya. Sembari fokus untuk mempertahankan marjin yang sehat dan kontinuitas pasokan ke pelanggan. "Adaro akan memaksimalkan upaya terhadap keunggulan operasional bisnis inti, meningkatkan efisiensi serta eksekusi strategi demi kelangsungan bisnis," imbuh Nadira. Guna memuluskan rencana kerja di tahun ini, ADRO mengalokasikan belanja modal (
capex) sebesar US$ 400 juta sampai US$ 600 juta. Jumlah ini setara dengan Rp 6,12 triliun hingga Rp 9,18 triliun, dengan asumsi kurs Rp 15.300 per dolar AS. Dana itu akan digunakan untuk pengeluaran belanja modal rutin dan ekspansi, terutama untuk bisnis pertambangan, jasa dan logistik.
Baca Juga: Cetak Rekor! Adaro Energy (ADRO) Raih Laba Bersih Rp 38 Triliun pada 2022 "Angka belanja modal ini belum termasuk belanja modal untuk proyek bisnis transformasi di Kalimantan Utara," imbuh Nadira. Seperti diketahui, ADMR sedang menggarap proyek smelter aluminium di Kalimantan Utara. Smelter aluminium dengan nilai investasi US$ 2 miliar ini memiliki kapasitas aluminium pada fase pertama sebanyak 500.000 tpa. Nadira bilang, kegiatan pra-konstruksi smelter aluminium tersebut tengah berlangsung. Untuk penyelesaian proyek untuk fase awal ditargetkan mencapai operasi komersial pada kuartal pertama 2025. Equity Research Analyst Phintraco Sekuritas Alrich Paskalis Tambolang melihat kinerja ADRO tahun 2022 sejalan dengan ekspektasi lonjakan kinerja emiten batubara. Mengingat harga kontrak batubara tahun lalu mengalami kenaikan signifikan hingga sempat menembus level US$ 400 per ton. Menurut Alrich, pada tahun ini kinerja ADRO berpotensi tumbuh, namun dengan level yang tidak sesignifikan tahun lalu. "Harga komoditas termasuk batubara yang cenderung turun dan berpotensi termoderasi," kata Alrich kepada Kontan.co.id, Jumat (3/3). Equity Research Analyst Pilarmas Investindo Sekuritas Desy Israhyanti punya pandangan serupa. Dengan asumsi terjadi moderasi harga batubara yang akan mempengaruhi ASP, maka pendapatan ADRO pada tahun ini diproyeksikan ada di level US$ 7,7 miliar. Proyeksi itu juga mempertimbangkan kondisi makro ekonomi dan diversifikasi bisnis ke energi terbarukan. Sedangkan dari sisi pergerakan harga saham, Desy melihat dalam jangka pendek ada sentimen positif dari rilis kinerja yang positif. "Setidaknya sampai ada pengumuman pembagian dividen akan kembali bergerak
volatile sejalan dengan gerak harga komoditas," ujar Desy.
Desy menyematkan rekomendasi
buy untuk saham
ADRO dengan target harga Rp 4.000.
Adapun saham
ADRO pada Jumat (3/3) bergerak di zona hijau, meski hanya ditutup menguat 1% ke harga Rp 3.020. Secara teknikal, Alrich pun mengingatkan pelaku pasar untuk mewaspadai
pullback, jika laju penguatan saham ADRO tertahan di bawah level Rp 3.120. Saran Alrich, bisa ditimbang untuk
sell on strength terlebih dulu pada area Rp 3.100 - Rp 3.120. Kemudian bisa kembali beli memperhatikan
support Rp 2.890 - Rp 2.940 untuk target harga di Rp 3.250.
Stoploss jika merosot ke bawah area Rp 2.820 per saham. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi