JAKARTA. Perusahaan tambang batubara, PT Adaro Energy Tbk ternyata banyak membenamkan dana di Kontrak Pengelolaan Dana (KPD) keluaran perusahaan pengelola investasi. Emiten yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan kode saham ADRO itu menempatkan dana di KPD atau
discretionary fund yang dikelola PT Recapital Asset Management. Tak kepalang tanggung, awalnya, ADRO membenamkan duit Rp 1,73 triliun di produk tersebut. Belakangan jumlah itu menyusut menjadi Rp 1,1 triliun. Itu karena pada September 2008, ADRO telah menarik dananya alias
redemption sekitar Rp 652,7 miliar. Seorang pelaku pasar yang tahu persis mengenai penempatan dana itu meyakini, investasi Adaro itu sedang menuai masalah. Sebab, mayoritas dana itu diputar di surat berharga. Sekarang, nilai surat utang yang menjadi aset dasar
(underlying asset) dari KPD tersebut tengah jatuh.
Kondisi inilah yang akhirnya membuat Adaro memperpanjang investasinya. "Manajemen tak mungkin memperpanjang investasinya jika tak bermasalah. Sebab mereka membutuhkan modal untuk membiayai proyeknya," bisik si sumber tersebut. Saat dikonfirmasi, Direktur Utama Adaro Energy Garibaldy Thohir membenarkan bahwa Adaro memang memperpanjang investasi di Recapital hingga akhir 2009. Pada mulanya, investasi itu mestinya jatuh tempo pada tanggal 16 Desember 2008 lalu. "Kami tidak mungkin menarik dana tersebut seketika. Hal ini lantaran kondisinya sangat tidak memungkinkan," ujarnya ke KONTAN, pekan lalu. Pria yang yang lebih akrab disapa Boy Thohir tersebut menjelaskan, dana yang mengendap di Recapital tersebut merupakan duit pemegang saham. Mereka menyuntikkan dana tersebut sebagai modal awal Adaro sebelum melakukan penawaran umum saham perdana kepada publik atau
initial public offering (IPO) pada 2008 lalu. Proyek jadi terhambat Rencananya, perusahaan ini akan menggunakan duit sebesar itu untuk membiayai proyek pembangkit listrik di Kalimantan serta proyek pembangunan
conveyor belt sepanjang 68 kilometer (km) di Kalimantan. Kebutuhan biaya proyek yang berada di lokasi tambang milik Adaro itu ditaksir menelan ongkos sekitar US$ 500 juta. Nah, gara-gara duitnya masih ngendon di Recapital, Adaro mengulur penyelesaian proyek
conveyor belt, serta menunda pembangunan pembangkit. Sebab, Adaro harus mencari dana lain guna menutupi kebutuhan pendanaan proyek yang ditargetkan selesai akhir 2009. Direktur Adaro Energy Andre Mamuaya meyakini, investasi mereka di Recapital masih aman. Terlebih lagi, lazimnya sebuah produk
discretionary fund, manajemen Adaro juga turut memutuskan penempatan dana tersebut. Jadi, Adaro selalu mengawasi produk-produk yang menjadi aset dasar
(underlying asset) investasinya. "Yang pasti dana tersebut bukan untuk
repurchase agreement (repo)," tegas Andre. Baik Andre maupun Boy menolak mengungkapkan besaran imbal hasil atas investasi yang mereka tanamkan di Recapital. Hanya saja, Adaro pada akhir tahun 2009 ini akan menarik seluruh dana investasinya di Recapital. Mereka mengaku sudah pelan-pelan menarik dana tersebut walaupun dalam jumlah yang sangat terbatas. Recapital Asset Menagement tak membantah soal penempatan dana Adaro di brankasnya. "Namun ini bukanlah hal yang harus kami ungkapkan kepada publik," tutur Didik Cahyanto, Direktur Recapital Investment Management.
Apalagi, masalah KPD merupakan kontrak bilateral antara pihak Recapital dengan nasabahnya. Didik juga menegaskan, peraturan pasar modal tidak mensyaratkan Recapital, selaku manajer investasi, membuka masalah ini kepada publik. Sebab, jenis produk investasi ini bukan produk investasi seperti reksadana pada umumnya. Didik menandaskan, Recapital sudah merasa cukup aman jika mendapati nasabahnya juga merasa aman berinvestasi pada produk KPD yang dikelolanya. Apabila kemudian terjadi masalah dengan penempatan dana tersebut, Didik menilai, terlalu jauh apabila Recapital harus ikut bertanggung jawab. Dia pun menegaskan, tidak ada yang salah dengan pengelolaan KPD yang ditempatkan oleh Adaro. "Kami selalu tepat waktu melakukan pembayaran," kata Didik. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Barratut Taqiyyah Rafie