Adaro harus cicil utang US$ 154,25 juta



JAKARTA. Emiten batubara yang dikendalikan keluarga Thohir, PT Adaro Energy Tbk (Adaro), optimistis dapat memenuhi seluruh kewajiban pembayaran cicilan utang pada tahun ini. Laporan tahunan Adaro tahun 2013 menunjukkan, perusahaan ini wajib mencicil empat fasilitas utang senilai total US$ 154,25 juta di tahun ini.

Jika melihat posisi kas dan setara kas yang mencapai US$ 680,9 juta per akhir tahun lalu, Adaro tentu punya amunisi yang cukup untuk melunasi seluruh cicilan itu. Namun, Adaro tidak menutup kemungkinan untuk membiayai kembali (refinancing) beberapa utang seperti yang dilakukan tahun lalu.

"Kami lihat semua opsi tersebut, yang pasti balance sheet kami sangat bagus," kata Garibaldi Thohir, Presiden Direktur Adaro, belum lama ini. Secara rinci, cicilan yang wajib dibayar di tahun ini berasal dari beberapa fasilitas pinjaman.


Pertama, pembayaran pinjaman sindikasi senilai US$ 100 juta kepada beberapa kreditur yang digawangi DBS Bank Ltd. Cicilan tersebut merupakan bagian dari pinjaman senilai US$ 750 juta yang diperoleh dua anak usaha Adaro, PT Adaro Indonesia (AI) dan Coaltrade Services International Pte Ltd., pada 2 November 2007.

Utang ini akan jatuh tempo 7 Desember 2015. Dari kewajiban cicilan tahun ini senilai US$ 100 juta, Adaro sudah menyetor US$ 25 juta pada kuartal I-2014. Jadi, yang masih harus dibayar tahun ini sejumlah Rp 75 juta. Kedua, emiten berkode saham ADRO ini berkewajiban mencicil utang US$ 35 juta di tahun ini. Fasilitas ini diterima AI dari beberapa bank yang dipimpin The Hongkong and Shanghai Banking Corporation Ltd (HSBC) dan United Overseas Bank Ltd (UOB) pada 29 Mei 2013.

Total pinjaman yang didapat senilai US$ 380 juta digunakan AI untuk refinancing pinjaman amortising revolving. Utang itu akan jatuh tempo 29 Mei 2020 dan harus dicicil setiap kuartal. Per 31 Desember 2013, saldo utang tersebut senilai US$ 362 juta. Tahun ini, Adaro wajib mencicil US$ 35 juta. Nah, di kuartal I-2014, perusahaan ini sudah menyetor US$ 9 juta sehingga sisa cicilan masih Rp 26 juta.

Fasilitas ketiga yang harus dicicil Adaro di tahun ini adalah utang kepada beberapa bank yang dipimpin PT Bank Mandiri Tbk. Sebelumnya, perusahaan ini mendapat pinjaman sindikasi senilai US$ 750 juta, yang terdiri dari pinjaman berjangka US$ 350 juta dan pinjaman amortising revolving US$ 400 juta. Fasilitas pinjaman berjangka itu wajib dibayar setiap kuartal terhitung sejak 4 Oktober 2012. P

ada tahun ini, produsen batubara "Envirocoal" ini harus mencicil pinjaman berjangka senilai US$ 18,5 juta. Adapun, per 31 Maret 2014, Adaro sudah menyetor senilai US$ 5,5 juta. Utang keempat yang mesti dicicil Adaro tahun ini adalah fasilitas senilai US$ 400 juta dari sindikasi bank yang digawangi Standard Chartered Bank, Jakarta. Pinjaman ini akan jatuh tempo pada Februari 2018. Tahun ini, cicilan Adaro atas fasilitas tersebut sebesar US$ 750.000. Per kuartal I 2014, Adaro sudah menyetor cicilan tersebut.

Jangan refinancing lagi

Analis Trust Securities Reza Priyambada menilai, dengan posisi kas dan setara kas yang melimpah, Adaro akan lebih baik jika tidak menggelar refinancing lagi untuk lebih memperkuat laporan keuangan Adaro. "Tapi tentunya, strategi pembayaran utang harus disesuaikan pula dengan kebutuhan dana untuk ekspansi," jelas Reza.

Di kuartal I-2014, Adaro membukukan kenaikan pendapatan 14,06% year-on-year (yoy) menjadi US$ 8844,7 juta. Pertumbuhan laba bersih bahkan jauh lebih tinggi, yaitu 347,58% yoy menjadi US$ 128,13 juta. Namun, Reza bilang, bisnis Adaro tetap dibayangi masih rendahnya harga jual batubara dunia. Di tiga bulan awal 2014, harga jual batubara yang diterima Adaro turun 7% year-on-year lantaran ada kelebihan suplai. Terkait hal itu, Reza menyarankan investor menjadikan ADRO maupun saham batubara lainnya sebagai investasi jangka pendek (trading) saja.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie