KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) melalui anak usahanya, PT Adaro Clean Energy Indonesia masih menanti keputusan ajeg dari pemerintah khususnya Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) terkait skema baru ekspor listrik bersih. Untuk diketahui, PT Adaro Clean Energy (dibawah Adaro Power) bersama 7 perusahaan lainnya yang tergabung dalam Konsorsium Inspira telah menandatangani kesepakatan perdagangan listrik bersih RI-Singapura pada pertengahan Maret 2023 lalu. Langkah ekspor ini, juga telah ditegaskan oleh mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan. "(Ekspor listrik) ini sekitar 2 GW, dan mungkin bisa mencapai 3 GW, karena banyak potensi di sini," kata Luhut dalam International Sustainability Forum 2024, awal September 2024. Sayangnya, setelah lebih dari satu tahun penandatangan MoU, perkembangan atas persiapan ekspor listrik ini tidak terdengar jelas. Baca Juga: Melihat Peluang Saham Komoditas Pasca Kemenangan Donald Trump, Ini Rekomendasinya Adaro, sebagai salah satu anggota konsorsium mengatakan bahwa pihaknya masih menunggu arahan dari Menteri ESDM yang baru, Bahlil Lahadalia terkait skema ekspor yang baru. "Hingga saat ini kami masih menunggu arahan dari pemerintah, yaitu Kementerian ESDM, terkait skema baru ekspor listrik bersih," ungkap Presiden Direktur Adaro Power, Dharma Djojonegoro saat dihubungi Kontan, Senin (18/11). Ia menambahkan, potensi kerja sama investasi dengan Singapura ini merupakan wujud komitmen Adaro untuk terus terus berperan aktif dalam proyek-proyek energi terbarukan untuk mendukung program transisi energi yang dicanangkan pemerintah Indonesia. "Proyek ini juga akan memberikan manfaat bagi Indonesia dan Singapura, dimana investasi yg sangat besar dan devisa ekspor yg berkelanjutan akan mendorong transformasi ekonomi Indonesia sekaligus berkontribusi dalam pencapaian target pertumbuhan ekonomi sebesar 8% per tahun," jelasnya. Sebagai informasi, per September 2024 kemarin Adaro Power telah mendapatkan Conditional License dari Energy Market Authority (EMA) Singapore. Adapun, di tempat berbeda Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi mengatakan keputusan ekspor ini sepenuhnya ada di tangan Menteri ESDM. "Iya, iya kalau itu (keputusan ekspor) tunggu Pak Menteri (Bahlil), jadi belum ada keputusannya. Nanti yang keluarkan Dirjen Kelistikan," katanya usai ditemui di acara ESG Symposium, Selasa (19/11). Potensi Ekspor Listrik Indonesia ke Singapura Terancam Gagal Meski telah mendapatkan lampu hijau dari ex Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan dan juga oleh ex Menteri ESDM Arifin Tasrif. Ekspor listrik Indonesia ke Singapura kembali mengalami penundaan setelah Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia memutuskan untuk mengkaji ulang ekspor listrik yang berasal dari energi terbarukan (EBT) ke luar negeri, termasuk Singapura. "Terkait ekspor listrik, kami lagi mengkaji dari Kementerian ESDM karena memang seluruh perangkat regulasinya ada di ESDM. Kami akan siapkan, kami akan memberikan, tapi saya akan mementingkan kepentingan nasional," kata Bahlil dalam Green Initiative Conference di Jakarta, Rabu (25/9). Menurut dia, sampai sekarang belum ada kesepakatan mengikat antara Indonesia dengan Singapura, yang ada hanya sebatas MoU. "Belum ada, yang ada cuma MoU. MoU kan tidak mengikat," tambahnya. Nada penolakan juga dikemukakan oleh utusan Khusus Presiden untuk Perubahan Iklim dan Energi sekaligus adik kandung dari Presiden terpilih Prabowo Subianto, Hashim Djojohadikusumo dalam acara COP29 di Baku, Azerbaijan. Hashim bilang saat ini Singapura tengah getol membangun industri data center, dimana industri ini membutuhkan kapasitas listrik dan penyimpanan yang besar. Menurut Hashim, dengan mengekspor listik ke Singapura maka sama saja dengan Indonesia melayani negeri Singa tersebut agar bisa lebih mengembangkan industri data center mereka. Padahal, menurut Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan, Bisman Bakhtiar potensi ekspor listrik ke Singapura cukup besar karena industri Singapura terus berkembang pesat sehingga kebutuhan listrik juga terus tumbuh dan Singapura tidak punya cukup sumber daya. "Arah positifnya akan menambah devisa negara, memacu investasi dan pengembangan usaha Ketenagalistrikan khususnya energi terbarukan," ungkap Bisman kepada Kontan, Senin (18/11). Menurutnya jika melihat dari kacamata bisnis, tidak akan ada efek negatif sepanjang kebutuhan listrik di dalam negeri sudah terpenuhi. "Ekspor ke Singapura kan dengan green energy, justru ini bisa menjadi pendorong bagi investasi energi terbarukan di Indonesia yang sementara kalau di dalam negeri masih sangat minim dan lambat perkembangannya," tutupnya. Baca Juga: Ditopang Sentimen Positif IPO AADI dan Dividen Jumbo, Cek Rekomendasi Saham ADRO
Adaro Tunggu Lampu Hijau dari Kementerian ESDM Soal Ekspor Listrik ke Singapura
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) melalui anak usahanya, PT Adaro Clean Energy Indonesia masih menanti keputusan ajeg dari pemerintah khususnya Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) terkait skema baru ekspor listrik bersih. Untuk diketahui, PT Adaro Clean Energy (dibawah Adaro Power) bersama 7 perusahaan lainnya yang tergabung dalam Konsorsium Inspira telah menandatangani kesepakatan perdagangan listrik bersih RI-Singapura pada pertengahan Maret 2023 lalu. Langkah ekspor ini, juga telah ditegaskan oleh mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan. "(Ekspor listrik) ini sekitar 2 GW, dan mungkin bisa mencapai 3 GW, karena banyak potensi di sini," kata Luhut dalam International Sustainability Forum 2024, awal September 2024. Sayangnya, setelah lebih dari satu tahun penandatangan MoU, perkembangan atas persiapan ekspor listrik ini tidak terdengar jelas. Baca Juga: Melihat Peluang Saham Komoditas Pasca Kemenangan Donald Trump, Ini Rekomendasinya Adaro, sebagai salah satu anggota konsorsium mengatakan bahwa pihaknya masih menunggu arahan dari Menteri ESDM yang baru, Bahlil Lahadalia terkait skema ekspor yang baru. "Hingga saat ini kami masih menunggu arahan dari pemerintah, yaitu Kementerian ESDM, terkait skema baru ekspor listrik bersih," ungkap Presiden Direktur Adaro Power, Dharma Djojonegoro saat dihubungi Kontan, Senin (18/11). Ia menambahkan, potensi kerja sama investasi dengan Singapura ini merupakan wujud komitmen Adaro untuk terus terus berperan aktif dalam proyek-proyek energi terbarukan untuk mendukung program transisi energi yang dicanangkan pemerintah Indonesia. "Proyek ini juga akan memberikan manfaat bagi Indonesia dan Singapura, dimana investasi yg sangat besar dan devisa ekspor yg berkelanjutan akan mendorong transformasi ekonomi Indonesia sekaligus berkontribusi dalam pencapaian target pertumbuhan ekonomi sebesar 8% per tahun," jelasnya. Sebagai informasi, per September 2024 kemarin Adaro Power telah mendapatkan Conditional License dari Energy Market Authority (EMA) Singapore. Adapun, di tempat berbeda Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi mengatakan keputusan ekspor ini sepenuhnya ada di tangan Menteri ESDM. "Iya, iya kalau itu (keputusan ekspor) tunggu Pak Menteri (Bahlil), jadi belum ada keputusannya. Nanti yang keluarkan Dirjen Kelistikan," katanya usai ditemui di acara ESG Symposium, Selasa (19/11). Potensi Ekspor Listrik Indonesia ke Singapura Terancam Gagal Meski telah mendapatkan lampu hijau dari ex Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan dan juga oleh ex Menteri ESDM Arifin Tasrif. Ekspor listrik Indonesia ke Singapura kembali mengalami penundaan setelah Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia memutuskan untuk mengkaji ulang ekspor listrik yang berasal dari energi terbarukan (EBT) ke luar negeri, termasuk Singapura. "Terkait ekspor listrik, kami lagi mengkaji dari Kementerian ESDM karena memang seluruh perangkat regulasinya ada di ESDM. Kami akan siapkan, kami akan memberikan, tapi saya akan mementingkan kepentingan nasional," kata Bahlil dalam Green Initiative Conference di Jakarta, Rabu (25/9). Menurut dia, sampai sekarang belum ada kesepakatan mengikat antara Indonesia dengan Singapura, yang ada hanya sebatas MoU. "Belum ada, yang ada cuma MoU. MoU kan tidak mengikat," tambahnya. Nada penolakan juga dikemukakan oleh utusan Khusus Presiden untuk Perubahan Iklim dan Energi sekaligus adik kandung dari Presiden terpilih Prabowo Subianto, Hashim Djojohadikusumo dalam acara COP29 di Baku, Azerbaijan. Hashim bilang saat ini Singapura tengah getol membangun industri data center, dimana industri ini membutuhkan kapasitas listrik dan penyimpanan yang besar. Menurut Hashim, dengan mengekspor listik ke Singapura maka sama saja dengan Indonesia melayani negeri Singa tersebut agar bisa lebih mengembangkan industri data center mereka. Padahal, menurut Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan, Bisman Bakhtiar potensi ekspor listrik ke Singapura cukup besar karena industri Singapura terus berkembang pesat sehingga kebutuhan listrik juga terus tumbuh dan Singapura tidak punya cukup sumber daya. "Arah positifnya akan menambah devisa negara, memacu investasi dan pengembangan usaha Ketenagalistrikan khususnya energi terbarukan," ungkap Bisman kepada Kontan, Senin (18/11). Menurutnya jika melihat dari kacamata bisnis, tidak akan ada efek negatif sepanjang kebutuhan listrik di dalam negeri sudah terpenuhi. "Ekspor ke Singapura kan dengan green energy, justru ini bisa menjadi pendorong bagi investasi energi terbarukan di Indonesia yang sementara kalau di dalam negeri masih sangat minim dan lambat perkembangannya," tutupnya. Baca Juga: Ditopang Sentimen Positif IPO AADI dan Dividen Jumbo, Cek Rekomendasi Saham ADRO