ADB: Ekonomi RI bisa tumbuh 5,5%



JAKARTA. Bank Pembangunan Asia (ADB) melihat potensi ekonomi Indonesia tahun ini bisa tumbuh 5,5%, lebih tinggi dari perkiraan Bank Dunia yang hanya 5,2%. Konsumsi rumahtangga dan investasi, baik dari pemerintah ataupun swasta, bakal menjadi landasan ekonomi kita tahun ini tumbuh lebih pesat dibandingkan dengan tahun lalu.

Proyeksi ADB itu juga memasukkan reformasi cepat yang dilakukan Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) selama dua tahun pertama. Terutama, penghapusan subsidi premium yang memungkinkan pemerintah mengerek anggaran belanja infrastruktur. Alhasil, ekonomi Indonesia di 2015 dan 2016 masing-masing bisa tumbuh 5,5% dan 6%.

Edimon Ginting, Deputi Direktur ADB Indonesia, menyatakan, tahun ini adalah tahun transisi sehingga penting sekali bagi Pemerintah RI untuk mengeluarkan Indonesia dari perlambatan ekonomi yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir. Sebagai langkah mendukung pertumbuhan yang lebih baik, selain memangkas subsidi premium, pemerintah juga telah melakukan sejumlah kebijakan penting seperti pelayanan terpadu satu pintu (PTSP).


Reformasi kebijakan ini akan menstimulasi investasi sektor swasta. Apalagi, pemerintah juga mengeluarkan kebijakan keringanan pajak untuk sejumlah sektor industri, sehingga akan sangat mendukung iklim investasi. "Pemerintah perlu jemput bola agar investasi terealisasi," ujar  Edimon, Selasa (24/3).

Tentu, paket kebijakan tersebut harus segera dikeluarkan. Dengan begitu, bisa menarik investasi langsung. Kalau itu terjadi, target investasi yang dipatok oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) sebesar Rp 519,5 triliun tahun ini bisa tercapai.

Bahkan, menurut survei Outlook Bisnis Asia 2015 yang dikutip ADB, Indonesia menempati posisi kedua tujuan investasi di Asia setelah China. Indonesia mengalahkan India, Malaysia, Vietnam, Singapura, dan Thailand.

Tapi, pemerintah harus menyelesaikan persoalan pembebasan lahan dan koordinasi antarkementerian yang selama ini menghambat investasi. Pemerintah pun mesti merealisasikan anggaran belanja infrastruktur untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

Hambatan ekspor

Selain investasi swasta dan pemerintah, yang juga menjadi bahan bakar mesin pertumbuhan ekonomi kita adalah konsumsi rumahtangga. ADB melihat konsumsi masyarakat tetap kuat tahun ini, mengingat tren inflasi menurun.

Terkait ekspor, Edimon mengakui kinerjanya masih sulit untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Dia memperkirakan pertumbuhan ekspor tahun ini hanya naik tipis 1,2%. Penyebabnya, perlambatan ekonomi dunia yang sebagian didorong oleh perlambatan China. Tahun ini negeri tembok raksasa itu diprediksikan hanya menyumbang 1,15% pertumbuhan dunia  yang sebesar 3,5%.

Harga minyak mentah yang rendah mendorong harga komoditas turun, sehingga ekspor Indonesia ke China anjlok dalam. Negara kita tidak bisa lagi berharap pada ekspor komoditas dan harus beralih ke ekspor manufaktur. "India dan Amerika Serikat bisa jadi tumpuan mendongkrak ekspor," ungkap Edimon.

Proyeksi ADB ini sejalan dengan BI yang melihat ekonomi kita tahun ini akan lebih baik, di rentang 5,4%–5,8%. Alasan BI adalah konsumsi masyarakat akan tetap kuat dan pertumbuhan investasi bakal meningkat seiring dengan realisasi berbagai proyek infrastruktur pemerintah.

Menurut Josua Pardede, ekonom Bank Permata, ekonomi kita baru akan mengalami kenaikan pada semester kedua, yang berasal dari serapan belanja pemerintah khususnya infrastruktur. Sebab, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015 baru ketok palu pada Februari lalu.

Tapi, kinerja ekspor masih lemah, akibat harga minyak dunia tetap rendah di kisaran US$ 60–US$ 70 per barel. Perhitungan Josua, Indonesia tahun ini hanya akan mengalami pertumbuhan ekonomi sebesar 5% hingga 5,3% saja.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia