JAKARTA. Asian Development Bank (ADB) menyatakan bahwa tidak ada alasan bagi Standard and Poor's (S&P) untuk tidak mendapatkan peringkat layak investasi
(investment grade). Ekonom ADB Priasto Aji mengatakan, perekonomian Indonesia sudah menunjukkan perbaikan dibandingkan tahun lalu. Sementara itu, pemerintah juga telah melakukan reformasi dari sisi fiskal "Kami meyakini, tidak ada alasan bagi S&P untuk tidak menaikkan rating kredit Indonesia," kata Aji di Kantor ADB Indonesia, Kamis (6/4).
Namun demikian, apabila S&P pun memutuskan untuk tidak menaikkan rating kredit Indonesia dampaknya tidak akan besar. Hal ini karena Indonesia sudah mendapatkan peringkat layak investasi dari dua lembaga pemeringkat internasional lain yaitu Fitch Ratings dan Moody's “Efeknya akan minim karena dua lainnya sudah
investment grade kan. Kami lihat Indonesia juga cukup kuat dari sisi fundamental, tapi kalau kita mendapat
upgrade, positif sekali kami pikir,” ujarnya. Ia melanjutkan, apabila Indonesia mendapat peringkat dari S&P, maka akan berdampak pada turunnya imbal hasil obligasi negara. Tak hanya itu, kenaikan rating juga membuka potensi meningkatnya aliran investasi dari luar negeri. Asal tahu saja, berdasarkan informasi
S&P Conference Summary yang didapat KONTAN, S&P memandang Indonesia masih berat untuk menaikkan rating. Pasalnya, ada beberapa kendala. Kendala tersebut di antaranya, keseimbangan fiskal Indonesia telah konsisten, tapi diperlukan kajian lebih lanjut. Adapun pertumbuhan PDB melambat, tapi masih bisa dimengerti.
S&P juga memiliki keprihatinan tentang tingkat pendapatan yang rendah. Sementara Indonesia juga kurang diuntungkan dari deflasi Amerika Serikat. Ada juga beberapa kekhawatiran pada sektor perbankan, yaitu masih adanya kesulitan di 2017, memburuknya kualitas kredit yang disebabkan utang yang lebih tinggi dan harga komoditas rendah. Di samping itu, utang proporsional dalam dolar AS di perusahaan Indonesia terbilang tinggi. Selain itu, disorot juga soal penurunan jangka panjang untuk profitabilitas. Pasalnya, biaya pinjaman di Indonesia tertinggi bila dibandingkan dengan negara sejenis, yakni 3%. Sementara profitabilitas bank di Indonesia mengalami tren menurun. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Barratut Taqiyyah Rafie