JAKARTA. Bank Pembangunan Asia (ADB) menyatakan, negara Asia termasuk Indonesia harus mengembangkan pasar obligasi sehingga tidak tergantung pada obligasi pemerintah saja. Pasalnya, pendanaan dari obligasi lebih bersifat jangka panjang. Dengan pendanaan obligasi dalam mata uang lokal juga terhindar dari risiko nilai tukar.Kepala Kantor ADB untuk Integrasi Ekonomi Regional Iwan Jaya Azis mengatakan, pasar obligasi di Asia termasuk Indonesia masih didominasi oleh surat utang pemerintah. Dia berharap perlu ada pengembangan pasar terutama dari obligasi korporasi.Untuk bisa mengembangkan pasar obligasi, Iwan bilang perlu ada transparansi dan tata kelola yang baik dari regulator. Selain itu, perlu ada sosialisasi dan edukasi kepada investor mengenai instrumen alternatif untuk investasi. Harapannya, ke depan akan lebih banyak yang bakal berpartisipasi dalam penerbitan obligasi yang bisa diserap pasar. Data ADB menyebutkan, pasar obligasi mata uang lokal di Asia pada akhir September 2012 mencapai US$ 6,2 triliun naik 11% ketimbang periode yang sama tahun 2011. Dari jumlah itu, obligasi pemerintah masih mendominasi yaitu sebesar US$ 4,1 triliun. Sementara itu, per akhir September 2012 pasar obligasi dengan denominasi rupiah di Indonesia mencapai Rp 110 miliar, naik 7,4% dari periode yang sama tahun lalu.ADB menyatakan, investor asing mulai melirik pasar obligasi di kawasan Asia termasuk di Indonesia karena kondisi ekonomi lebih baik dari kawasan lainnya. Di Indonesia saja, porsi kepemilikan asing dalam obligasi per September 2012 sebesar 29,7%.Namun, Iwan juga mengingatkan ada sejumlah risiko pasar obligasi lokal yang harus diwaspadai. Diantaranya, "Volatilitas arus modal masuk dan inflasi yang meningkat di kawasan Asia juga menjadi ancaman yang potensial," katanya, Kamis (22/11). Pejabat sementara (Pjs) Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Robert Pakpahan mengakui, sudah menyiapkan antisipasi kalau terjadi pembalikan dana asing. Ia mencontohkan, pemerintah memiliki berbagai instrumen seperti bonds stabilization framework (BSF), dan penggunaan SAL jika terjadi krisis di pasar surat utang.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
ADB: Perlu pengembangan pasar obligasi
JAKARTA. Bank Pembangunan Asia (ADB) menyatakan, negara Asia termasuk Indonesia harus mengembangkan pasar obligasi sehingga tidak tergantung pada obligasi pemerintah saja. Pasalnya, pendanaan dari obligasi lebih bersifat jangka panjang. Dengan pendanaan obligasi dalam mata uang lokal juga terhindar dari risiko nilai tukar.Kepala Kantor ADB untuk Integrasi Ekonomi Regional Iwan Jaya Azis mengatakan, pasar obligasi di Asia termasuk Indonesia masih didominasi oleh surat utang pemerintah. Dia berharap perlu ada pengembangan pasar terutama dari obligasi korporasi.Untuk bisa mengembangkan pasar obligasi, Iwan bilang perlu ada transparansi dan tata kelola yang baik dari regulator. Selain itu, perlu ada sosialisasi dan edukasi kepada investor mengenai instrumen alternatif untuk investasi. Harapannya, ke depan akan lebih banyak yang bakal berpartisipasi dalam penerbitan obligasi yang bisa diserap pasar. Data ADB menyebutkan, pasar obligasi mata uang lokal di Asia pada akhir September 2012 mencapai US$ 6,2 triliun naik 11% ketimbang periode yang sama tahun 2011. Dari jumlah itu, obligasi pemerintah masih mendominasi yaitu sebesar US$ 4,1 triliun. Sementara itu, per akhir September 2012 pasar obligasi dengan denominasi rupiah di Indonesia mencapai Rp 110 miliar, naik 7,4% dari periode yang sama tahun lalu.ADB menyatakan, investor asing mulai melirik pasar obligasi di kawasan Asia termasuk di Indonesia karena kondisi ekonomi lebih baik dari kawasan lainnya. Di Indonesia saja, porsi kepemilikan asing dalam obligasi per September 2012 sebesar 29,7%.Namun, Iwan juga mengingatkan ada sejumlah risiko pasar obligasi lokal yang harus diwaspadai. Diantaranya, "Volatilitas arus modal masuk dan inflasi yang meningkat di kawasan Asia juga menjadi ancaman yang potensial," katanya, Kamis (22/11). Pejabat sementara (Pjs) Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Robert Pakpahan mengakui, sudah menyiapkan antisipasi kalau terjadi pembalikan dana asing. Ia mencontohkan, pemerintah memiliki berbagai instrumen seperti bonds stabilization framework (BSF), dan penggunaan SAL jika terjadi krisis di pasar surat utang.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News