ADB prediksi ekonomi RI tumbuh 6,3% di kuartal II



JAKARTA. Derasnya investasi yang masuk pada kuartal II tahun ini cukup ampuh menahan laju ekspor yang melemah. Alhasil, ekonomi Indonesia pada kuartal II 2012 masih bisa tumbuh di atas 6%.Senior Country Economist Asian Development Bank (ADB) Edimon Ginting mengungkapkan kinerja ekspor yang terus melorot membuat kontribusi ekspor terhadap pertumbuhan ekonomi menurun di kuartal II 2012. Di sisi lain, sektor konsumsi dan investasi masih cukup kuat.Ia menambahkan, belanja pemerintah pada kuartal II sudah lebih kencang ketimbang kuartal I. Edimon yakin, konsumsi, investasi dan belanja pemerintah yang masih kuat bisa mengkompensasi ekspor yang melorot. Sehingga, "Ekonomi kuartal II akan tumbuh di kisaran 6,2% - 6,3%," ujar Edimon akhir pekan lalu. Perkiraan ini tak jauh berbeda dengan prediksi Bank Indonesia (BI). BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada kuartal II ini dan pertumbuhan tahun 2012 berkisar antara 6,3% - 6,7%. "Ada risiko bias ke batas bawah kisaran," ungkap Gubernur BI Darmin Nasution beberapa waktu lalu.Darmin menuturkan, prospek perekonomian global yang tersengat krisis Eropa dapat melemahkan ekonomi Indonesia di kuartal II. Di luar itu, ekonomi Amerika Serikat (AS) yang masih rentan, plus perlambatan ekonomi China dan India juga menambah muram prediksi ekonomi.Meski begitu, kata Edimon, ekonomi bisa tumbuh di atas 6% dalam kondisi seperti ini cukup baik. Ini berkat konsumsi domestik dan investasi yang masih kuat.Catatan saja, sampai enam bulan pertama tahun ini, pembiayaan APBN defisit Rp 36,1 triliun atau sekitar 0,9% dari PDB.

Sementara itu, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat realisasi investasi proyek penanaman modal di hingga kuartal II 2012 mencapai Rp 76,9 triliun, naik 24% ketimbang periode yang sama tahun lalu. Investasi terdiri dari PMDN Rp 20,8 triliun dan PMA Rp 56,1 triliun.Sebaliknya, kinerja ekspor melempem. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor Juni 2012 mencapai US$ 15,36 miliar, sedangkan impor US$ 16,69 miliar. Alhasil, neraca perdagangan Juni pun defisit US$ 1,32 miliar.Tapi Edimon melihat defisit melebar akibat impor makin besar. Tapi ini justru mencerminkan kuatnya investasi. "Masih kuatnya impor menggambarkan kekuatan investasi. Karena kebutuhan barang modal dan barang setengah jadi (bahan penolong) cukup kuat. Artinya, industri masih tumbuh baik," katanya.Meskipun deras, aliran modal yang masuk ke Indonesia dalam 2-3 tahun belakangan belum mampu membangun mata rantai produksi dari hulu sampai hilir. Maka, impor bertambah untuk memenuhi kebutuhan produksi. Kunci untuk mengontrol impor,menambah daya saing, dan mendorong ekspor masih klasik yakni pembangunan infrastruktur. Fungsinya, untuk menyambung mata rantai sehingga ke depan depan Indonesia bisa memproduksi bahan baku dan barang penolong. Dengan demikian, "Begitu kondisi global membaik, permintaan meningkat, ekspor akan kembali meningkat," kata Edimon.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: