ADB tetap perkirakan pertumbuhan ekonomi RI 5,1%



KONTAN.CO.ID - Dalam pembaruan outlook tahunan Asian Development Bank (ADB), ADB mempertahankan perkiraan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2017 di angka 5,1% dan 5,3% untuk 2018. Prediksi ini selaras dengan prakiraan yang dikeluarkan April lalu.

"Ekonomi Indonesia tetap kuat terlepas dari ketidakpastian global dengan pertumbuhan yang diharapkan baik pada tahun ini," ujar Winfried Wicklein, Kepala Perwakilan ADB untuk Indonesia.

Winfried mengatakan, pertumbuhan semester kedua akan didorong adanya alokasi yang lebih tinggi untuk infrastruktur publik dan iklim investasi swasta yang makin baik sehingga ekspansi ekonomi diharapkan dapat berlanjut hingga tahun depan.


Dalam laporan, outlook ADB mencatat belanja pemerintah akan mendongkrak pertumbuhan. Investasi pun akan meningkat perlahan seiring perbaikan iklim usaha dan peringkat investment grade yang diberikan Standard & Poor's baru-baru ini dapat mempercepat arus modal masuk, terutama dari investor asing.

"Kebijakan fiskal masih menopang pertumbuhan, meski belanja total menjadi lebih tinggi, terutama untuk infrastruktur publik, kesehatan, dan pendidikan. Kredit pun masih tumbuh seiring pemangkasan suku bunga Bank Indonesia dan fleksibilitas kebijakan likuiditas yang lain," kata Winfried.

Selain itu, meski pemerintah mengurangi subsidi energi dan membuat harga listrik meningkat, konsumsi rumah tangga dikatakan akan tetap kuat. Hal ini disebabkan kestabilan rupiah dan harapan inflasi yang lebih terkendali dengan inflasi umum (headline inflation) sebesar rata-rata 4% di 2017 dan 3,7% di 2018.

"Tren penurunan ini disebabkan upaya pemerintah yang menjaga harga pangan dengan pengelolaan logistik dan pusat distribusi pangan di daerah-daerah yang lebih baik," jelasnya.

Dari segi perdagangan, impor Indonesia menunjukkan perlambatan dibanding ekspor di semester kedua tahun ini dengan prakiraan defisit transaksi berjalan 1,7%, tetapi angka ini dikatakan akan naik menjadi 2% di 2018 disebabkan impor yang lebih tinggi karena pasokan untuk proyek investasi publik berskala besar.

Meski begitu, arus modal masuk diprediksi masih lebih dari cukup untuk membiayai defisit transaksi ini sehingga cadangan devisa asing tetap dapat bertambah. Namun, proyeksi ini tetap bergantung pada penerimaan pajak, harga komoditas global, dan kebijakan di negara maju.

"Untuk menghadapi risiko itu, Indonesia harus terus menjaga nilai tukar yang fleksibel, perdagangan arus modal terbuka, dan melanjutkan pelaksanaan reformasi struktural untuk memperkuat perekonomiannya," kata Winfried.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia