ADBI: Makroprudensial bisa diperlonggar jika ingin memfasilitasi pertumbuhan kredit



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) memberi sinyal akan melonggarkan likuiditas melalui kebijakan makroprudensial yang akomodatif. Saat ini, kebijakan tersebut masih dalam pengkajian.

"Saya pikir bisa saja giro wajib minimum (GWM) dan penyangga likuiditas makroprudensial (PLM) dilonggarkan jika BI ingin memfasilitasi pertumbuhan kredit," jelas Ekonom Asian Development Bank Institute (ADBI) Eric Sugandi saat dihubungi Kontan.co.id, Jumat (22/2).

Dari supply side alias penawaran, jelas Eric, kebijakan makroprudensial BI memang telah dan sedang diarahkan agar likuiditas cukup ketika suku bunga acuan bank sentral alias BI-7DRRR dinaikkan. Terutama untuk likuiditas rupiah. "Tapi pelu dilihat juga demand side-nya (permintaan)," ujar Eric.


Sisi permintaan belum tumbuh kuat. Terutama karena demand side konsumen terhadap produk-produk industri cenderung stagnan dan juga cost of fund yang naik seiring kenaikan suku bunga kredit. "Tumbuh tetapi tidak cepat," ujar Eric.

Sementara perusahaan yang berorientasi ekspor pun masih berpeluang terganggu dengan perlambatan ekonomi global dan perang dagang tahun ini. Sehingga efektifitas kebijakan untuk mendorong kredit tergantung pada demand maupun supply side kredit.

"Saya pikir angka pertumbuhan kredit tidak terlalu jauh dari tahun lalu. Tahun ini saya perkirakan sekitar 12 - 14%," jelas Eric.

BI merilis pertumbuhan kredit pada 2018 tercatat sebesar 11,75%, lebih tinggi dibandingkan 2017 sebesar 8,2%. Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada 2018 sebesar 6,5%, menurun dibandingkan dengan pertumbuhan DPK tahun sebelumnya sebesar 9,4%.

Pada 2019, BI memperkirakan pertumbuhan kredit berada dalam kisaran 10-12% secara tahunan. Sedangkan pertumbuhan DPK diperkirakan sekitar 8-10% secara tahunan.

Rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) perbankan mencapai 22,9% dan rasio likuiditas (AL/DPK) sebesar 19,3% pada Desember 2018. Selain itu, rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) tetap rendah yaitu sebesar 2,4% (gross) atau 1,0% (net).

Sementara itu, pembiayaan ekonomi melalui pasar modal, penerbitan saham (IPO dan rights issue), obligasi korporasi, Medium Term Notes (MTN), dan Negotiable Certificate of Deposit (NCD) selama tahun 2018 tercatat sebesar Rp 207,8 triliun (gross), turun dibandingkan dengan capaian pada 2017 sebesar Rp 299,4 triliun (gross).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi