Perjalanan Adeasmara dalam mengembangkan bisnis Skala 6 cukup panjang. Minatnya pada ilmu desain produk membawanya ke Italia. Di sana, dia memperoleh bekal desain produk lampu dekoratif. Dengan menggabungkan seni Eropa dan Indonesia, muncullah produk art lighting. Namun, pengembangan usahanya masih terkendala.Adeasmara menjalani lakon hidup yang panjang sebelum berhasil membesarkan usaha Skala 6. Dia pernah menekuni profesi sebagai konsultan desain arsitektur dan konstruksi di bawah bendera PT Skala Enam Proyektama. Perusahaan itu dia dirikan pada tahun 2000, bersama enam rekan sejawat yang merupakan alumnus Fakultas Arsitektur Universitas Pancasila. Perusahaan itu kerap mendapatkan proyek pembuatan bangunan, mulai dari konsep, dekorasi, hingga konstruksi. Selain rumah tinggal, usaha itu juga melayani desain kafe.Pria 36 tahun ini berkisah, kala itu usahanya memang hanya sebatas konsultan dan belum memproduksi produk apapun. Namun, seiring perjalanan waktu, bisnis yang dia garap secara kolektif ini bubar pada tahun 2004. Dari enam personel Skala Enam Proyektama, hanya dua personel yang masih bertahan: Adeasmara sendiri dan istrinya, Nova. Kehancuran bisnis pertama bersama lima teman itu tidak membuat Ade patah arang. Malah dari pengalaman tersebut, Ade bertekad untuk terus melanjutkan dan mengembangkan usaha ini.Sejak itulah Ade resmi mengubah tampilan Skala 6 dengan konsep baru. Kali ini, bidang usahanya tak sekadar konsultan perencanaan bangunan, tapi juga merambah bidang desain interior serta produk art lighting. Beberapa produknya antara lain berupa lampu dan tempat lilin dengan motif dan bentuk menarik.Untuk meningkatkan nilai produk, Ade banyak menggunakan bahan daur ulang. "Semakin unik dan rumit pembuatan produk tersebut, harganya justru semakin mahal," imbuh dia.Keberanian Ade mengembangkan cakupan bisnis Skala 6 justru dipicu oleh rasa percaya diri. Dia merasa tak hanya mumpuni di bidang arsitektur, tapi juga piawai dalam ilmu desain produk ketika menimba pendidikan di Italia.Ceritanya: setelah lulus kuliah di Teknik Arsitektur Universitas Pancasila, Ade tertarik mendalami ilmu desain produk. Pada tahun 1998 ia memutuskan terbang ke Italia untuk menuntut ilmu desain produk di Scuola Media Statale Roma. Masa pendidikannya selama 1,5 tahun. Meski tak lulus, Ade mendapatkan bekal pengetahuan cukup banyak tentang desain produk. Ia kemudian termotivasi menciptakan produk kerajinan yang unik. Caranya dengan menggabungkan nuansa eksotis dan keanggunan Italia dengan motif batik yang menjadi identitas Indonesia di mata dunia. Batik dia pilihnya sebagai sentuhan utama dalam setiap produknya. Ade selalu ingin tampil beda dari yang lain. Karena itu, hingga hari ini dia tetap bertahan menggunakan bahan logam dan besi untuk dikemas menjadi produk art lighting. Menurut Ade, semula dia berusaha melakukan variasi produk dengan membatik di atas lempengan besi dan logam. Hanya, ketika mengembangkan bisnisnya, Ade mulai melirik bahan baku yang lain, seperti kayu dan kaca tahun 2007 dan 2008.Dalam perkembangannya, Ade menghadapi banyak kesulitan ketika mengemas produk dari kedua bahan tersebut. Selain sulit dalam penyediaan bahan baku, pria yang mahir berbahasa Italia ini juga menghadapi kendala mencari sumberdaya manusia yang mumpuni untuk membuat produk dari bahan baku kayu dan kaca. Pengembangan usaha perlu dilakukan karena pria kelahiran 6 Oktober 1974 ini sejak awal tak pernah membatasi segmen pasarnya. Ade melihat, pasar desain interior banyak digemari dan sangat melekat dengan kaum menengah ke atas.Apalagi, menurutnya, desain interior dan dekorasi memang identik dengan bangunan yang megah dan mahal. Meskipun begitu, orang biasa dan kalangan menengah juga bisa memperoleh dan menikmati produk bikinan dia.Selain pasar dalam negeri, dari tahun ke tahun konsumennya berdatangan dari luar negeri. Tingginya minat konsumen di luar negeri itu mengerek penjualan produknya, terutama lampu dekorasi. Sebelum menyebar lebih luas, Ade telah melindungi hasil karyanya dengan membuat hak paten atas beberapa produknya.(Bersambung)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Ade yang terkendala bahan baku dan sumberdaya (2)
Perjalanan Adeasmara dalam mengembangkan bisnis Skala 6 cukup panjang. Minatnya pada ilmu desain produk membawanya ke Italia. Di sana, dia memperoleh bekal desain produk lampu dekoratif. Dengan menggabungkan seni Eropa dan Indonesia, muncullah produk art lighting. Namun, pengembangan usahanya masih terkendala.Adeasmara menjalani lakon hidup yang panjang sebelum berhasil membesarkan usaha Skala 6. Dia pernah menekuni profesi sebagai konsultan desain arsitektur dan konstruksi di bawah bendera PT Skala Enam Proyektama. Perusahaan itu dia dirikan pada tahun 2000, bersama enam rekan sejawat yang merupakan alumnus Fakultas Arsitektur Universitas Pancasila. Perusahaan itu kerap mendapatkan proyek pembuatan bangunan, mulai dari konsep, dekorasi, hingga konstruksi. Selain rumah tinggal, usaha itu juga melayani desain kafe.Pria 36 tahun ini berkisah, kala itu usahanya memang hanya sebatas konsultan dan belum memproduksi produk apapun. Namun, seiring perjalanan waktu, bisnis yang dia garap secara kolektif ini bubar pada tahun 2004. Dari enam personel Skala Enam Proyektama, hanya dua personel yang masih bertahan: Adeasmara sendiri dan istrinya, Nova. Kehancuran bisnis pertama bersama lima teman itu tidak membuat Ade patah arang. Malah dari pengalaman tersebut, Ade bertekad untuk terus melanjutkan dan mengembangkan usaha ini.Sejak itulah Ade resmi mengubah tampilan Skala 6 dengan konsep baru. Kali ini, bidang usahanya tak sekadar konsultan perencanaan bangunan, tapi juga merambah bidang desain interior serta produk art lighting. Beberapa produknya antara lain berupa lampu dan tempat lilin dengan motif dan bentuk menarik.Untuk meningkatkan nilai produk, Ade banyak menggunakan bahan daur ulang. "Semakin unik dan rumit pembuatan produk tersebut, harganya justru semakin mahal," imbuh dia.Keberanian Ade mengembangkan cakupan bisnis Skala 6 justru dipicu oleh rasa percaya diri. Dia merasa tak hanya mumpuni di bidang arsitektur, tapi juga piawai dalam ilmu desain produk ketika menimba pendidikan di Italia.Ceritanya: setelah lulus kuliah di Teknik Arsitektur Universitas Pancasila, Ade tertarik mendalami ilmu desain produk. Pada tahun 1998 ia memutuskan terbang ke Italia untuk menuntut ilmu desain produk di Scuola Media Statale Roma. Masa pendidikannya selama 1,5 tahun. Meski tak lulus, Ade mendapatkan bekal pengetahuan cukup banyak tentang desain produk. Ia kemudian termotivasi menciptakan produk kerajinan yang unik. Caranya dengan menggabungkan nuansa eksotis dan keanggunan Italia dengan motif batik yang menjadi identitas Indonesia di mata dunia. Batik dia pilihnya sebagai sentuhan utama dalam setiap produknya. Ade selalu ingin tampil beda dari yang lain. Karena itu, hingga hari ini dia tetap bertahan menggunakan bahan logam dan besi untuk dikemas menjadi produk art lighting. Menurut Ade, semula dia berusaha melakukan variasi produk dengan membatik di atas lempengan besi dan logam. Hanya, ketika mengembangkan bisnisnya, Ade mulai melirik bahan baku yang lain, seperti kayu dan kaca tahun 2007 dan 2008.Dalam perkembangannya, Ade menghadapi banyak kesulitan ketika mengemas produk dari kedua bahan tersebut. Selain sulit dalam penyediaan bahan baku, pria yang mahir berbahasa Italia ini juga menghadapi kendala mencari sumberdaya manusia yang mumpuni untuk membuat produk dari bahan baku kayu dan kaca. Pengembangan usaha perlu dilakukan karena pria kelahiran 6 Oktober 1974 ini sejak awal tak pernah membatasi segmen pasarnya. Ade melihat, pasar desain interior banyak digemari dan sangat melekat dengan kaum menengah ke atas.Apalagi, menurutnya, desain interior dan dekorasi memang identik dengan bangunan yang megah dan mahal. Meskipun begitu, orang biasa dan kalangan menengah juga bisa memperoleh dan menikmati produk bikinan dia.Selain pasar dalam negeri, dari tahun ke tahun konsumennya berdatangan dari luar negeri. Tingginya minat konsumen di luar negeri itu mengerek penjualan produknya, terutama lampu dekorasi. Sebelum menyebar lebih luas, Ade telah melindungi hasil karyanya dengan membuat hak paten atas beberapa produknya.(Bersambung)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News