JAKARTA. PT Adhi Karya (Persero) Tbk tengah bersengketa di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Perusahaan pelat merah ini mengajukan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) untuk sub kontraktornya, PT Albok Boiler Industry. Adhi Karya dan Albok terlibat kerja sama dalam pembangunan PLTU di daerah Tanjung Selor, Kalimantan Timur. “Menurut termohon pekerjaan sudah selesai, tetapi menurut kami belum karena progresnya tidak sesuai,” ujar kuasa hukum Adhi Karya, Bambang Siswanto, Kamis (12/12). Adhi Karya selaku kontraktor menggunakan jasa Albok sebagai sub kontraktor pekerjaan boiler turbin generator dan menchanical-electrical-intrument-plant design proyek PLTU Tanjung Selor, Kalimantan Timur. Kerja sama ini tertuang dalam perjanjian subkontrak nomor I-7/411/014/07/2011 tanggal 20 Juli 2011. Kontrak dengan Albok dibuat sebagai tindak lanjut atas pelaksanaan kontrak antara Adhi Karya dengan PT PLN selaku owner dengan nomer kontrak 26 PJ/121/PIKITRINGKAL/2010 tertanggal 23 Desember 2010. Berdasarkan perjanjian sub kontrak, Albok wajib melaksanakan pekerjaan boiler turbin generator dan menchanical-electrical-instrument-plant design proyek PLTU Tanjung Selor 2x7 MW dalam waktu 20 bulan sejak ditandatanganinya kontrak atau jatuh waktu pada 20 Maret 2013. Dalam lampiran remunerasi perjanjian sub kontrak, Adhi Karya harus membayar uang muka sebesar Rp 29,04 miliar dari total nilai kontrak Rp 145,2 miliar kepada Albok. Atas pembayaran ini, Albok setuju untuk menyelesaikan pekerjaan sekitar 20% dari total keseluruhan. Kemudian PT Asuransi Purna Arthanugraha sebagai penjamin dengan nomor jaminan 02.93.D.0064.08.11 menerbitkan surat jaminan pembayaran uang muka pada tanggal 5 Agustus 2011. Adhi Karya sudah membayar uang muka melalui Bank Mandiri, terbukti dengan konfimasi bank tanggal 11 Agustus 2011. Namun, dalam perjalanan kontrak ini, Albok beberapa kali melakukan cidera janji atau wan prestasi. Albok berkewajiban menyerahkan basic design and engineering ke Adhi Karya paling lambat 14 Oktober 2011. Selanjutnya Adhi Karya akan menyerahklan ke PLN agar dapat disetujui sebelum tanggal 11 November 2011. Nyatanya hingga tanggal 14 Oktober 2011 Adhi Karya belum juga mendapat basic design yang dimaksud. Albok juga tidak menyerahkan design BTG, Fabrikasi dan Shipment serta beberapa pekerjaan lain sesuai batas waktu yang disepakati. Atas keterlambatan ini, Adhi Karya sudah melakukan teguran melalui surat-surat, diantaranya tanggal 18 Oktober 2011, 9 Februari 2012, hingga surat teguran terakhir tanggal 3 Juni 2013. Perjanjian sub kontrak antara Adhi Karya dan Albok seharusnya selesai pada tanggal 20 Maret 2013 sesuai kesepakatan sebelumnya. Selanjutnya ada masa pemeliharaan selama 12 bulan setelah proyek selesai. Namun, Adhi Karya menganggap masa pemeliharaan ini tidak berlaku karena pekerjaan Albok tidak mempunyai kejelasan target penyelesaian. Albok dinilai tidak melakukan pekerjaan dengan sempurna. Lantaran menganggap Albok wan prestasi, Adhi Karya memutuskan kontrak dan meminta pengembalian uang muka sebesar Rp 29,04 miliar. Pasalnya, sejak 10 Mei 2012 Adhi Karya sudah mencoba untuk melakukan pencairan terhadap jaminan pembiayaan uang muka kepada PT Asuransi Purnma Arthanugraha. Namun pihak asuransi menolak karena tidak ada surat pernyataan utang atau surat ketidaksanggupan melaksananakan pekerjaan dari Albok. Adhi Karya menganggap Albok beritikad tidak baik dengan menolak menerbitkan surat pengakuan utang. Padahal Adhi Karya sudah mengirim surat somasi tanggal 2 Mei 2012. Dengan demikian utang Albok terhadap Adhi Karya merupakan utang dalam arti luas yaitu berupa tidak direalisasikannya uang jaminan pembayaran dan pelaksanaan sesuai perjanjian. Utang ini termasuk dalam kewajiban utang yang ditegaskan dalam Yurisprusdensi Mahkamah Agung . Proyek pekerjaan boiler turbine generator dan menchanical-electrical-intrument-plant design proyek PLTU Tanjung Selor juga menyisakan kewajiban lain sebesar Rp 7,26 miliar. Jumlah ini harus dibayarkan oleh Bank Sumsel Babel sebagai salah satu bentuk bank garansi atau jaminan pelaksanaan proyek berdasarkan sertifikat Bank Garansi Pelaksanaan Nomor 0846.806/JKT/III/GP/2011. Dalam permohonan PKPU ini Adhi Karya menyertakan kreditur lain yaitu PT Waskita Karya. Adhi Karya meminta majelis hakim mengabulkan permohonannya dan menunjuk hakim pengawas dari Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, Adhi Karya juga meminta majelis mengangkat Agus Trianto dan Oscar Saguta sebagai pengurus PKPU. Kuasa hukum Albok, Sumihar LS Simamora balik menuding Adhi Karya wan prestasi. Sampai bulan September 2013, Albok mengaku telah menyelesaikan pekerjaan hingga mencapai 57,042% atau senilai Rp 42,197 juta. Atas hal ini , Albok sudah beberapa kali menagih ke Adhi Karya. “Kami sudah memberikan bank garansi melalui Bank BRI Syariah. Namun, karena garansi lewat mereka menganggap kami utang,” ujar Sumihar. Albok juga menyampaikan eksepsi kompetensi absolut dimana yang berwenang mengadili adalah Badan Arbitrase Nasional Indonesia sesuai dengan perjanjian sub kontrak. Perkara dengan ketua majelis hakim Rochmad ini rencananya akan diputus pada Rabu (18/12) mendatang. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Adhi Karya Gugat PKPU Albok Boiler Industri
JAKARTA. PT Adhi Karya (Persero) Tbk tengah bersengketa di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Perusahaan pelat merah ini mengajukan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) untuk sub kontraktornya, PT Albok Boiler Industry. Adhi Karya dan Albok terlibat kerja sama dalam pembangunan PLTU di daerah Tanjung Selor, Kalimantan Timur. “Menurut termohon pekerjaan sudah selesai, tetapi menurut kami belum karena progresnya tidak sesuai,” ujar kuasa hukum Adhi Karya, Bambang Siswanto, Kamis (12/12). Adhi Karya selaku kontraktor menggunakan jasa Albok sebagai sub kontraktor pekerjaan boiler turbin generator dan menchanical-electrical-intrument-plant design proyek PLTU Tanjung Selor, Kalimantan Timur. Kerja sama ini tertuang dalam perjanjian subkontrak nomor I-7/411/014/07/2011 tanggal 20 Juli 2011. Kontrak dengan Albok dibuat sebagai tindak lanjut atas pelaksanaan kontrak antara Adhi Karya dengan PT PLN selaku owner dengan nomer kontrak 26 PJ/121/PIKITRINGKAL/2010 tertanggal 23 Desember 2010. Berdasarkan perjanjian sub kontrak, Albok wajib melaksanakan pekerjaan boiler turbin generator dan menchanical-electrical-instrument-plant design proyek PLTU Tanjung Selor 2x7 MW dalam waktu 20 bulan sejak ditandatanganinya kontrak atau jatuh waktu pada 20 Maret 2013. Dalam lampiran remunerasi perjanjian sub kontrak, Adhi Karya harus membayar uang muka sebesar Rp 29,04 miliar dari total nilai kontrak Rp 145,2 miliar kepada Albok. Atas pembayaran ini, Albok setuju untuk menyelesaikan pekerjaan sekitar 20% dari total keseluruhan. Kemudian PT Asuransi Purna Arthanugraha sebagai penjamin dengan nomor jaminan 02.93.D.0064.08.11 menerbitkan surat jaminan pembayaran uang muka pada tanggal 5 Agustus 2011. Adhi Karya sudah membayar uang muka melalui Bank Mandiri, terbukti dengan konfimasi bank tanggal 11 Agustus 2011. Namun, dalam perjalanan kontrak ini, Albok beberapa kali melakukan cidera janji atau wan prestasi. Albok berkewajiban menyerahkan basic design and engineering ke Adhi Karya paling lambat 14 Oktober 2011. Selanjutnya Adhi Karya akan menyerahklan ke PLN agar dapat disetujui sebelum tanggal 11 November 2011. Nyatanya hingga tanggal 14 Oktober 2011 Adhi Karya belum juga mendapat basic design yang dimaksud. Albok juga tidak menyerahkan design BTG, Fabrikasi dan Shipment serta beberapa pekerjaan lain sesuai batas waktu yang disepakati. Atas keterlambatan ini, Adhi Karya sudah melakukan teguran melalui surat-surat, diantaranya tanggal 18 Oktober 2011, 9 Februari 2012, hingga surat teguran terakhir tanggal 3 Juni 2013. Perjanjian sub kontrak antara Adhi Karya dan Albok seharusnya selesai pada tanggal 20 Maret 2013 sesuai kesepakatan sebelumnya. Selanjutnya ada masa pemeliharaan selama 12 bulan setelah proyek selesai. Namun, Adhi Karya menganggap masa pemeliharaan ini tidak berlaku karena pekerjaan Albok tidak mempunyai kejelasan target penyelesaian. Albok dinilai tidak melakukan pekerjaan dengan sempurna. Lantaran menganggap Albok wan prestasi, Adhi Karya memutuskan kontrak dan meminta pengembalian uang muka sebesar Rp 29,04 miliar. Pasalnya, sejak 10 Mei 2012 Adhi Karya sudah mencoba untuk melakukan pencairan terhadap jaminan pembiayaan uang muka kepada PT Asuransi Purnma Arthanugraha. Namun pihak asuransi menolak karena tidak ada surat pernyataan utang atau surat ketidaksanggupan melaksananakan pekerjaan dari Albok. Adhi Karya menganggap Albok beritikad tidak baik dengan menolak menerbitkan surat pengakuan utang. Padahal Adhi Karya sudah mengirim surat somasi tanggal 2 Mei 2012. Dengan demikian utang Albok terhadap Adhi Karya merupakan utang dalam arti luas yaitu berupa tidak direalisasikannya uang jaminan pembayaran dan pelaksanaan sesuai perjanjian. Utang ini termasuk dalam kewajiban utang yang ditegaskan dalam Yurisprusdensi Mahkamah Agung . Proyek pekerjaan boiler turbine generator dan menchanical-electrical-intrument-plant design proyek PLTU Tanjung Selor juga menyisakan kewajiban lain sebesar Rp 7,26 miliar. Jumlah ini harus dibayarkan oleh Bank Sumsel Babel sebagai salah satu bentuk bank garansi atau jaminan pelaksanaan proyek berdasarkan sertifikat Bank Garansi Pelaksanaan Nomor 0846.806/JKT/III/GP/2011. Dalam permohonan PKPU ini Adhi Karya menyertakan kreditur lain yaitu PT Waskita Karya. Adhi Karya meminta majelis hakim mengabulkan permohonannya dan menunjuk hakim pengawas dari Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, Adhi Karya juga meminta majelis mengangkat Agus Trianto dan Oscar Saguta sebagai pengurus PKPU. Kuasa hukum Albok, Sumihar LS Simamora balik menuding Adhi Karya wan prestasi. Sampai bulan September 2013, Albok mengaku telah menyelesaikan pekerjaan hingga mencapai 57,042% atau senilai Rp 42,197 juta. Atas hal ini , Albok sudah beberapa kali menagih ke Adhi Karya. “Kami sudah memberikan bank garansi melalui Bank BRI Syariah. Namun, karena garansi lewat mereka menganggap kami utang,” ujar Sumihar. Albok juga menyampaikan eksepsi kompetensi absolut dimana yang berwenang mengadili adalah Badan Arbitrase Nasional Indonesia sesuai dengan perjanjian sub kontrak. Perkara dengan ketua majelis hakim Rochmad ini rencananya akan diputus pada Rabu (18/12) mendatang. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News