ADHI terlalu fokus pada proyek LRT



KONTAN.CO.ID - Laju sektor konstruksi terlihat terus membaik. Hal ini sejalan dengan langkah pemerintah yang semakin menggenjot anggaran belanja di sektor infrastruktur. 

Namun, ADHI tampaknya mencatat kinerja paling buncit dibandingan dengan emiten BUMN lain. Franky Rivan, analis Mirae Aset mengatakan, perolehan kontrak baru ADHI paling kecil dibandingkan dengan BUMN konstruksi lain. 

Untuk separuh pertama tahun ini, ADHI hanya mencapai 26,4% target kontrak. Sedangkan PTPP di 49,8%, WIKA di 45,1% dan WSKT di 40,6%. "Perolehan kontrak ADHI di 1H17 ini paling lambat dibanding BUMN konstruksi lainnya. Mengecualikan proyek LRT, perusahaan ini baru membukukan Rp 5,7 triliun kontrak baru," kata Franky.


ADHI memang menjadi salah satu BUMN pelat merah yang menggarap kontrak LRT Jakarta-Bogor-Depok-Bekasi (Jabodebek). Proyek dengan total nilai Rp 19,7 triliun itu sedang dalam tahap pembebasan lahan yang bakal rampung pada September 2017. Pembangunan ini diperkirakan selesai pada akhir tahun 2017 atau awal tahun 2018.

Kontribusi proyek LRT ini akan menjadi salah satu pendorong utama emiten ADHI. Namun demikian, kinerja keberhasilan emiten ini mendapatkan kontrak baru tersandung.

ADHI menargetkan kontrak baru tahun ini Rp 21,6 triliun di luar proyek LRT. Hingga Juni lalu, ADHI baru membukukan Rp 5,7 triliun dan menunjukkan peningkatan tipis 6,5% dibandingkan dengan periode sama tahun lalu.

Minus proyek LRT, ADHI baru mencapai realisasi 26,4% kontrak baru. Angka ini jauh di bawah rata-rata performa tiga tahun terakhir yang berhasil membukukan 33%-40,6% kontrak baru pada semester pertama.

Fahressi Fahalmesta Analis Kresna Sekuritas melihat hal ini sebagai tantangan emiten di tahun depan. "LRT benar-benar kontrak signifikan, ini bakal kasih support ke pendapatan ADHI. Tapi kalau kontrak satu kali ini tidak dapat lagi, maka akan sulit bagi ADHI," kata Fahressi saat dihubungi KONTAN, Selasa (22/8).

Fahressi menyarankan buy dengan target harga Rp 2.400 untuk ADHI. "Tapi itu saya lihat, potensinya tinggal sedikit lagi bakal menyentuh target," lanjutnya.

Hingga akhir tahun Fahressi melihat potensi pendapatan emiten ini dapat mencapai Rp 16 triliun dan Rp 20 triiun tahun depan. Dia memperkirakan, laba bersih ADHI tahun ini bisa mencapai Rp 600 miliar dan tahun berikutnya maksimal Rp 1 triliun.

Senada dengan Fahressi, analis Toufan Yamin dari Erdhika Elit Sekuritas melihat adanya risiko dalam ADHI. "Bila proyek LRT diundur dan pendanaan bermasalah maka bisa sangat berpengaruh dengan kinerja ADHI di tahun ini dan 2018," kata Toufan.

Menurut dia, kinerja ADHI memang bakal aman untuk tahun ini karena ditopang proyek LRT. Tapi jika ADHI dapat bergerak lebih agresif dan mendapatkan kontrak baru, akan lebih baik. Karena berbeda dengan emiten WSKT dan WIKA yang ikut menggarap jalan tol, ADHI terlihat masih bercokol dengan proyek LRT ini.

Toufan melihat, perolehan tiga kontrak terbaru ADHI pada Juli 2017 sudah bagus, yakni kontrak pembangunan Kampus Sam Ratulangi Manado sebesar Rp 218,5 miliar, Groundsill Bojonegoro sebesar Rp 178,9 miliar, dan Pembangunan CY dan Reklamasi Terminal Peti Kemas Kendari New Port paket II sebesar Rp 134,3 miliar. 

Menurutnya, ADHI seharusnya bergerak lebih agresif demi mengamankan kinerja masa depan. Toufan menyarankan buy dengan harga Rp 2.300, sedangkan Franky menyarankan hold di harga Rp 2.100.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati