Adi dan Tunjung sukses berbisnis tas kulit



Memulai usaha tak melulu harus terencana dan sistematis. Banyak pengusaha sukses meski diawali ketidaksengajaan menggeluti suatu usaha. Inilah yang dialami oleh pasangan suami istri Robertus Adi Nugroho dan Tunjung Pratiwi.

Sejatinya, Adi dan Tunjung tak pernah berambisi jadi pengusaha. Namun, jalan hidup mengantarkan mereka sukses memproduksi tas dan berbagai aksesoris dari kulit. Di Yogyakarta, usaha bernama Abekani ini dimulai sejak 2009.

Saat itu, Tunjung masih berprofesi sebagai Channel Representation di Intel Indonesia, sementara Adi bekerja di perusahaan distributor IT di Yogyakarta. Namun, setelah beberapa tahun bekerja, Adi ingin punya usaha sendiri. Berbagai jenis usaha ia jajal, mulai dari berjualan tanaman hias sampai mendirikan warung makan.


Namun, semua usaha itu dianggap kurang berhasil. Hingga suatu saat, Adi melihat peluang untuk memproduksi tas kamera dari kulit dengan harga terjangkau. Kebetulan, pria kelahiran Solo ini juga hobi fotografi. “Saya jarang melihat tas dan aksesoris kamera bahan kulit di pasaran,” kata Adi.

Dus, dengan modal sebesar Rp 2 juta, Adi membeli beberapa lembar kulit. Modal itu berasal dari sisa tabungan dari usaha sebelumnya. Ia membuat pola sendiri. Dibantu seorang teman yang bisa menjahit, Adi pun menciptakan produk aksesori kamera. Sementara, sang istri masih bekerja.

Adi mengaku tidak ada persiapan secara khusus untuk memulai Abekani. Keduanya hanya membuat workshop kecil-kecilan di rumah.  Jadi, andai customer ingin mengetahui keaslian bahan, mereka bisa melihat secara langsung. Hal ini wajar, kata Tunjung, karena masih banyak yang meragukan tas kulit bisa dipasarkan di bawah harga sejuta rupiah.

Setelah dijalani, ternyata tak semua dari produk yang mereka buat diminati. Tunjung bilang, hanya strap (gelang) kamera atau tali untuk tas kamera yang laris. Produk lain yang mereka jual secara konsinyasi samasekali tak laku. Dus, mereka sempat hanya membuat aksesori kamera, yakni tas dan strap kamera. Dulunya, saban bulan mereka memproduksi rata-rata 50 tas dengan harga Rp 320.000 per buah.

Ketika melihat permintaan terhadap produk kulit semakin banyak, Tunjung pun berhenti bekerja pada 2011. “Saya memutuskan fokus membantu suami karena sudah saatnya membagi tugas antara mengurus customer dengan urusan produksi,” terang Tunjung.

Tunjung dan Adi memilih menjual produk Abekani secara online supaya lebih efektif dan bisa menjangkau pembeli di berbagai lokasi.

Seiring berjalannya waktu, banyak pelanggan memesan  tas laptop dan sling bag atau tas selempang. Perlahan mereka pun menyediakan tas tersebut di workshop-nya. “Awalnya kami baru berani stok 5 buah tas tiap model agar lebih mudah dan cepat pengirimannya bila ada yang order,” ucap perempuan berusia 43 tahun itu.

Kini, sekitar 60% produk Abekani merupakan tas perempuan. Kebanyakan produk ini dipesan secara inden dengan kisaran harga Rp 590.000–Rp 790.000 per buah. Sementara, tas klasik unisex dengan bahan kulit nabati (keras) dibanderol seharga Rp 265.000 – Rp 490.000 per buah.

Pangsa pasar terbesar merupakan perempuan, terutama pekerja dan ibu muda. Namun, Abekani juga menyasar konsumen dari perusahaan. Sisanya adalah pria yang menyenangi produk tas dan aksesori dari bahan kulit asli.

Adi dan Tunjung dibantu oleh 14 orang perajin untuk memproduksi tas dan aksesoris Abekani. Adapun kapasitas produksinya untuk produk ritel mencapai 500 buah produk. Angka ini belum termasuk pre-order dari perusahaan berupa leather gift dan merchandise.

Utamakan pembeli

Tunjung mengaku belum menemui kesulitan berarti dalam usahanya. Bersama sang suami, ia menjalani usaha dengan tekun dan serius untuk menciptakan produk yang membuat customer puas. Hanya, mereka kerap kekurangan tenaga penjahit atau perajin yang bisa menghasilkan produk dengan kualitas  rapi dan bagus.

Tunjung mengatakan, produk yang bagus saja tak cukup untuk memuaskan pelanggan. Selain selalu menjaga kualitas, komunikasi dengan konsumen menjadi hal wajib yang harus diperhatikan. Tunjung kerap memantau dan menjalin relasi dengan pembeli Abekani melalui media sosial. “Dengan memberikan pelayanan yang baik, akan membuat nilai tambah produk Abekani,” tuturnya.

Di sisi lain, Abekani juga rajin memperbanyak koleksi baru sehingga pembeli tak bosan dengan produk yang sudah ada.

Nah, yang tak kalah penting ialah menetapkan harga yang ramah di kantong pembeli. Adi dan Tunjung sangat menjaga kepuasan pembeli lewat harga. Dus, mereka tak memasang harga jual yang tinggi. Padahal, seperti yang kita tahu, produk dari kulit biasanya dipatok dengan harga selangit.

Pasangan yang dikaruniai dua orang anak ini hanya menetapkan margin keuntungan sekitar 15% untuk produk Abekani. Untuk menciptakan model baru, biasanya Adi dan Tunjung melakukan riset dengan memperhatikan produk kerajinan luar negeri. “Beberapa bulan terakhir juga banyak konsumen yang mengusulkan model sendiri dengan sistem pre-order kolektif, yaitu minimal 10 buah,” cetus Tunjung.

Untuk mengembangkan usaha, Adi dan Tunjung akan memperbesar workshop serta memperbanyak perajin. Di samping itu, mulai tahun ini, mereka akan fokus menggarap pasar korporasi yang butuh produk aksesoris dari bahan kulit.

Sejauh ini, mereka pernah dapat order dari Manulife, Schlumberger Indonesia, TOTAL Kaltim, Pertamina, PT SPIL dan BPJS. “Kami belum pikirkan ekspor karena pasar lokal masih sangat terbuka dan belum tertangani dengan baik,” ungkap  Tunjung.     

Tak cuma bantu pasangan

Banyak yang bilang rekan bisnis terbaik ialah pasangan sendiri. Proses diskusi bisa mempererat hubungan suami dengan istri. Meski ada juga yang kurang setuju, karena urusan bisnis bisa jadi pemicu masalah baru.

Ini juga dialami oleh Robertus Adi Nugroho dan Tunjung Pratiwi, pemilik Abekani. Mereka mengakui, kadang tak bisa memisahkan pekerjaan dengan urusan rumah tangga. Namun, trik agar sukses dalam bisnis bersama pasangan ialah berbagi tugas dengan jelas. Jadi, masing-masing tak sekadar membantu tapi melakukan perannya dengan maksimal. Adi bertugas untuk belanja bahan serta membangun komunikasi dengan pemasok dan perajin kulit. Adapun Tunjung fokus mengurus customer dan penjualan.    

Tas kulit merupakan bagian penting bagi penampilan seseorang karena bisa  menunjukkan status sosial pemakainya. Dus, kualitas tas yang bagus menjadi incaran banyak orang.

Meskipun masih banyak merek asing, Tunjung dan Adi tak khawatir. Mereka percaya diri dengan ciri khas produk Abekani, terutama dari segi desain dan warna yang elegan tanpa model yang ribet.

Tunjung bilang, ciri khas tak boleh disepelekan karena itulah yang membuat pembeli lekat dengan suatu brand. “Faktor lainnya adalah harga yang terjangkau, serta pelayanan yang baik,” katanya.

Tunjung dan Adi meyakini, pengusaha yang bekerja dengan serius dan melayani customer dengan sepenuh hati sudah ada dalam jalan menuju kesuksesan. “Bagi kami usaha ini harus memberikan berkat bagi banyak orang, dari supplier kulit,  jasa pewarna kulit, perajin sampai kurir, kami menganggap mereka semua bagian dari berkembangnya Abekani,” tandas perempuan kelahiran Wonogiri ini.     

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tri Adi