ADPI: Kasus Dapen BUMN Bakal Berpengaruh Terhadap Industri



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI) menilai kasus dana pensiun (dapen) BUMN akan berpengaruh pada industri. Terkait hal itu, Ketua ADPI Ali Farmadi menyampaikan hal itu dikarenakan inti dari bisnis dapen adalah mengelola dana yang akan digunakan sebagai pembayaran manfaat pensiun bagi peserta.

"Secara kinerja pasti akan memengaruhi, khususnya dalam pencapaian hasil investasi, yang mana hasil tersebut akan berdampak pada aset dalam pemenuhan kewajiban kepada peserta," ucapnya kepada KONTAN.CO.ID, Rabu (4/10).

Ali menerangkan secara rinci terdapat 2 kewajiban yang harus dipenuhi, yaitu kewajiban jangka pendek dan kewajiban jangka panjang. Adapun secara prioritas adalah kewajiban jangka pendek untuk pembayaran manfaat pensiun peserta.


Mengenai prospek bisnis perusahaan dapen ke depannya, Ali mengatakan bisnis dapen akan tetap dapat berjalan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku saat ini. Dia tak memungkiri beberapa dapen yang ada saat ini masih memiliki beberapa kendala dalam tata kelola, baik itu investasi, kepesertaan, dan penerapan manajemen risiko. 

Baca Juga: Duh, Erick Thohir Sebut 70% Dapen Kelolaan BUMN dalam Kondisi Sakit

"Berharap perusahaan dapen dapat mulai melakukan pembenahan agar menjadi lebih baik," katanya.

Sementara itu, Ali menyampaikan dari hasil data ADPI hingga Desember 2022 (unaudited), terdapat total kelolaan dapen BUMN sekitar Rp 125 triliun dengan total peserta 727.739 orang.

Di sisi lain, Ali menyebut saat ini ada 54 dapen BUMN yang tergabung dalam ADPI. Secara rinci, 45 merupakan Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP) dan 9 Program Pensiun Iuran Past (PPIP).

Sebagai informasi, Menteri BUMN Erick Thohir menyampaikan ada 48 dana pensiun yang dikelola BUMN, 70% statusnya sakit.

"Adapun sebanyak 34 dapen bisa dinyatakan tidak sehat," ucapnya saat konferensi pers di Kejagung RI, Selasa (3/10).

Erick menyampaikan rasa kekhawatirannya sejak awal, ketika bersama Jaksa Agung didukung oleh BPK dan BPKP, disertai instruksi Presiden Jokowi untuk membongkar mega korupsi Jiwasraya dan ASABRI. Berawal dari situ, dia menganggap ada kecurigaan bahwa dana-dana pensiun yang dikelola perusahaan BUMN pun mungkin ada indikasi yang sama. 

"Dari situ, saya bersama Wamen, Sesmen, dan Deputi BUMN membentuk suatu tim untuk meneliti ulang apakah yang kami khawatirkan itu terjadi," katanya.

Baca Juga: BPKP: Dua dari Empat Dapen BUMN Terindikasi Fraud

Erick pun menerangkan pihaknya terus berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung untuk terus menyelesaikan dapen yang bermasalah. Meski belum disampaikan secara formal, Erick Thohir mengatakan dirinya dan Jaksa Agung Burhanuddin sepakat mendorong agar ditindaklanjuti kepada BPKP untuk memastikan angkanya.

"Awalnya, kami coba melakukan 4 dana pensiun waktu itu. Ada Inhutani, PTPN, Angkasa Pura I, dan tentu juga RNI. Dari hasil audit dengan tujuan tertentu itu ada kerugian Rp 300 miliar," ujar Erick.

Erick menerangkan hal itu belum menyeluruh dibuka oleh BPKP dan Kejaksaan. Artinya, angka kerugian negara bisa lebih besar lagi. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi