JAKARTA. Industri dana pensiun lembaga keuangan (DPLK) menegaskan besaran iuran program Jaminan Pensiun dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang saat ini diusulkan sebesar 8% sangat berlebihan. Kepala Bidang Investasi Asosiasi Dana Pensiun Lembaga Keuangan (ADPLK) Daneth Fitrianto menyebut program jaminan pensiun yang diamanatkan undang-undang tersebut berjenis manfaat pasti. Dimana setelah 15 tahun program tersebut berjalan, seorang pensiunan bisa mendapat manfaat sebesar 40% dari pendapatannya. Makanya, besaran iuran disebut Daneth tidak berpengaruh terhadap besarnya manfaat yang akan diterima nantinya. "Apalagi iurannya cukup besar, yang ada malah menyulitkan pelaku usaha," kata dia. Berdasarkan hitungan aktuaris, ia sendiri menilai besaran iuran yang dimulai dari 1,5% sudah terbilang ideal. Komposisinya 1% dari perusahaan dan sisanya dari pekerja. Nantinya setiap tiga tahun besaran iuran bisa bertambah sebesar 0,3%. Besaran kenaikan secara rutin tersebut diyakini bisa diterima oleh perusahaan maupun pekerja. Strategi tersebut juga dilakukan oleh sebagian besar negara yang sudah lama menjalankan program pensiun dari pemerintah. Sehingga kurang tepat bila membandingkan kondisi di negara lain saat ini untuk diaplikasikan di Indonesia. "Kalau sekarang melihat iuran di negara mereka besar, ya karena mereka sudah mature menjalankannya," ungkap dia. Dengan besaran iuran sebesar 1,5% ini pun, Daneth mengatakan industri DPLK masih bisa berkembang. Karena perusahaan pemberi kerja masih memiliki ruang finansial untuk mengikutsertakan karyawannya di program yang lebih tinggi ketimbang program dasar yang bakal dijalankan oleh BPJS Ketenagakerjaan. Sementara selain besaran iuran, Wakil Sekretaris Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Iftida Yasar menambahkan program pensiun secara wajib ini sebaiknya dilakukan secara bertahap dengan perusahaan skala kecil dan menengah sebagai permulaan. "Karena kebanyakan segmen inilah yang karyawannya belum diikutsertakan di program pensiun mana pun," ujar dia. Di sisi lain perusahaan skala besar dan BUMN kebanyakan bahkan sudah punya dana pensiun pemberi kerja sendiri. Makanya bila program Jaminan Pensiun dipaksakan untuk diikuti oleh segmen ini, bisa mematikan industri dana pensiun itu sendiri. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
ADPLK: Besaran iuran tak pengaruhi manfaat pensiun
JAKARTA. Industri dana pensiun lembaga keuangan (DPLK) menegaskan besaran iuran program Jaminan Pensiun dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang saat ini diusulkan sebesar 8% sangat berlebihan. Kepala Bidang Investasi Asosiasi Dana Pensiun Lembaga Keuangan (ADPLK) Daneth Fitrianto menyebut program jaminan pensiun yang diamanatkan undang-undang tersebut berjenis manfaat pasti. Dimana setelah 15 tahun program tersebut berjalan, seorang pensiunan bisa mendapat manfaat sebesar 40% dari pendapatannya. Makanya, besaran iuran disebut Daneth tidak berpengaruh terhadap besarnya manfaat yang akan diterima nantinya. "Apalagi iurannya cukup besar, yang ada malah menyulitkan pelaku usaha," kata dia. Berdasarkan hitungan aktuaris, ia sendiri menilai besaran iuran yang dimulai dari 1,5% sudah terbilang ideal. Komposisinya 1% dari perusahaan dan sisanya dari pekerja. Nantinya setiap tiga tahun besaran iuran bisa bertambah sebesar 0,3%. Besaran kenaikan secara rutin tersebut diyakini bisa diterima oleh perusahaan maupun pekerja. Strategi tersebut juga dilakukan oleh sebagian besar negara yang sudah lama menjalankan program pensiun dari pemerintah. Sehingga kurang tepat bila membandingkan kondisi di negara lain saat ini untuk diaplikasikan di Indonesia. "Kalau sekarang melihat iuran di negara mereka besar, ya karena mereka sudah mature menjalankannya," ungkap dia. Dengan besaran iuran sebesar 1,5% ini pun, Daneth mengatakan industri DPLK masih bisa berkembang. Karena perusahaan pemberi kerja masih memiliki ruang finansial untuk mengikutsertakan karyawannya di program yang lebih tinggi ketimbang program dasar yang bakal dijalankan oleh BPJS Ketenagakerjaan. Sementara selain besaran iuran, Wakil Sekretaris Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Iftida Yasar menambahkan program pensiun secara wajib ini sebaiknya dilakukan secara bertahap dengan perusahaan skala kecil dan menengah sebagai permulaan. "Karena kebanyakan segmen inilah yang karyawannya belum diikutsertakan di program pensiun mana pun," ujar dia. Di sisi lain perusahaan skala besar dan BUMN kebanyakan bahkan sudah punya dana pensiun pemberi kerja sendiri. Makanya bila program Jaminan Pensiun dipaksakan untuk diikuti oleh segmen ini, bisa mematikan industri dana pensiun itu sendiri. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News