JAKARTa. Rencana Bank Indonesia (BI) menerapkan aturan pembatasan kepemilikan mayoritas di perbankan secara surut terbukti ampuh menahan gerak investor asing. Aturan yang akan dirilis pada akhir 2011 ini menyebabkan Affin Holdings, menghentikan proses akuisisi terhadap Bank Ina Perdana. Keputusan investor asal Malaysia ini tertuang dalam laporan keterbukaan di bursa Malaysia, Kamis (4/8). Mereka menghentikan proses akuisisi hingga BI memberlakukan aturan kepemilikan mayoritas itu. "Semua pihak membuka proses renegosiasi lagi jika kebijakan tersebut telah dikeluarkan" kata Affin. Affin mengemukakan rencana akuisisi atas Bank Ina pada Agustus 2010. Dalam publik ekspose, manajemen Affin menyiapkan dana RM 138 juta atau sekitar Rp 390 miliar untuk menguasai 80% saham Bank Ina.
Selain sudah menyerahkan dokumen permohonan akuisisi ke BI pada Mei 2011 lalu, Affin juga beberapa kali bertemu pemegang saham Bank Ina. Kedua pihak masih membahas harga, mekanisme transaksi hingga rencana pengembangan bank. Komisaris Independen Bank Ina Perdana, Deni Susilo, membenarkan kabar ini. Tapi, menurut dia, pembatalan bukan karena Affin mengundurkan diri dari proses negosiasi, tapi lantaran BI mengembalikan proposal akuisisi. Dalam suratnya ke Affin dan Bank Ina, BI menyatakan tidak bisa memproses akuisisi karena sedang mengkaji aturan kepemilikan saham mayoritas bank di satu pihak. "Jadi pembatalannya bukan karena kami tidak cocok. Kami sudah memenuhi seluruh surat yang disyaratkan BI," ujarnya kepada KONTAN, Kamis (4/8). Dani melanjutkan, pemegang saham Bank Ina sudah bertemu dengan Affin untuk membahas kelanjutan akuisisi ini. "Tapi Affin belum menjanjikan apa-apa," jelasnya. Hingga berita ini naik cetak, Joni Swastanto, Direktur Perizinan dan Informasi Perbankan BI, belum membalas pertanyaan dari KONTAN.