KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerapkan ketentuan baru di industri fintech
peer to peer (P2P)
lending, di antaranya penyesuaian manfaat ekonomi atau bunga, hingga kriteria pemberi dana (
lender) dan penerima dana (
borrower). Mengenai hal itu, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menyambut baik dan menilai kebijakan OJK akan memberikan dampak bagi industri
fintech lending. Ketua Umum AFPI Entjik Djafar optimistis kebijakan itu memberikan dampak dalam mewujudkan pertumbuhan positif industri sehingga akan mendukung pertumbuhan kredit nasional.
Baca Juga: OJK Terapkan Aturan Baru Terkait Lender dan Borrower Fintech Lending, Ini Detailnya "Ujungnya, berkontribusi positif bagi pertumbuhan ekonomi nasional yang tengah giat dicanangkan pemerintahan baru," ucapnya dalam keterangan tertulis, Kamis (2/1). Entjik juga menilai kebijakan itu akan menguatkan kapasitas penyelenggara
fintech lending dalam menjalankan
governance, risk management, dan
compliance (GRC) yang makin terintegrasi. Selain itu, mendorong platform
fintech lending makin menjalankan praktik yang bertanggung jawab, memperbanyak dampak positif dan mengurangi dampak negatif seminimal mungkin bagi pengguna layanan sebagai wujud komitmen memberikan perlindungan kepada konsumen. Lebih lanjut, AFPI juga berharap kebijakan itu dapat meningkatkan kualitas pendanaan, menciptakan ekosistem industri yang sehat, efisien, dan berkelanjutan, serta melindungi konsumen dan meminimalisir risiko hukum dan reputasi bagi pelaku industri. “AFPI akan terus mendukung dan bekerja sama dengan OJK serta seluruh pemangku kepentingan untuk memastikan bahwa industri
fintech lending dapat terus berkembang dengan prinsip-prinsip tata kelola yang baik, transparansi, dan keadilan bagi seluruh pihak yang terlibat,” tuturnya. Entjik menyebut saat ini masih banyak masyarakat yang belum terjangkau oleh layanan keuangan formal, terutama mereka yang membutuhkan pendanaan dalam jumlah kecil dan jangka pendek. Pendanaan jenis itu dinilai sangat penting untuk membantu masyarakat memulai perjalanan keuangan mereka.
Baca Juga: Resmi, Bunga Turun Mulai 2025, Berlaku 97 Di Perusahaan Pinjol Legal Berikut Menurut Riset EY (MSME Market Study and Policy Advocacy), potensi
credit gap tahun 2026 makin membesar menjadi Rp 2.400 triliun per tahun. Entjik bilang hal itu merupakan gambaran peluang bisnis yang besar sekaligus sebagai tantangan bagi
fintech lending agar dapat memberikan akses pembiayaan alternatif, termasuk bagi UMKM. Entjik mengatakan
fintech lending hadir untuk menjawab kebutuhan itu dengan menjangkau kelompok
unbanked dan
underserved. Berbeda dengan layanan keuangan tradisional, dia menyebut
fintech lending memiliki mandat untuk menyediakan pendanaan bagi masyarakat di luar ekosistem formal. "Dengan demikian, memberikan kesempatan bagi lebih banyak orang untuk belajar mengelola keuangan mereka melalui pendanaan kecil dengan tenor pendek," ungkapnya. Entjik mengklaim
fintech lending telah terbukti mampu menjangkau masyarakat di berbagai lapisan, termasuk pelaku UMKM yang membutuhkan modal kerja untuk mengembangkan bisnisnya. Dengan adanya relaksasi dalam kebijakan baru tersebut, AFPI berharap makin banyak masyarakat yang merasakan manfaat dari layanan keuangan digital. AFPI juga berkomitmen untuk memastikan bahwa relaksasi dalam kebijakan baru itu tidak disalahgunakan. Entjik menyampaikan seluruh anggota AFPI akan terus mematuhi peraturan yang berlaku dan menerapkan praktik bisnis yang sehat.
Baca Juga: Penyesuaian Suku Bunga Fintech P2P Lending Dinilai Berpotensi Turunkan Penyaluran “Kami juga akan terus memantau perkembangan industri dan memberikan edukasi kepada masyarakat agar bijak dalam memanfaatkan layanan
fintech lending,” kata Entjik. Sebagai informasi, dalam kebijakan baru, OJK menyampaikan batas usia minimum
borrower dan
lender adalah 18 tahun atau telah menikah. Selain itu, ditetapkan juga penghasilan minimum
borrower sebesar Rp 3 juta per bulan. Kewajiban pemenuhan atas persyaratan/kriteria
lender dan
borrower dimaksud efektif berlaku terhadap akuisisi
lender dan
borrower baru, dan/atau perpanjangan, paling lambat 1 Januari 2027. Selain itu,
lender juga dibedakan menjadi
lender profesional dan non profesional. Sementara itu, mulai 1 Januari 2025, batas bunga untuk sektor konsumtif dengan tenor kurang dari 6 bulan ditetapkan sebesar 0,3% per hari, sedangkan tenor lebih dari 6 bulan menjadi 0,2% per hari.
Untuk sektor produktif, kategori Mikro dan Ultra Mikro, batas bunga dengan tenor kurang dari 6 bulan sebesar 0,275%, sedangkan tenor lebih dari 6 bulan sebesar 0,1%. Untuk kategori kecil dan menengah, batas bunga seragam sebesar 0,1%, baik untuk tenor kurang maupun lebih dari 6 bulan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi