KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Fitech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menerangkan ada beberapa tahapan seorang tenaga penagih bisa mendapatkan sertifikat. Ketua Umum AFPI Entjik Djafar mengatakan, tenaga penagih di industri fintech peer to peer (P2P) lending ada dua yakni
desk collection (menelepon) dan
field collection (lapangan). Entjik menerangkan sebelum mendapatkan sertifikat, AFPI akan melakukan training terlebih dahulu kepada para tenaga penagih. Dengan demikian, tenaga penagih mengetahui soal standar operasional atau
standard Operating Procedure (SOP).
Baca Juga: AFPI Lakukan Bahasan dengan OJK agar Data Fintech Lending Bisa Masuk SLIK Dia menyebut ada dua SOP yang harus diketahui tenaga penagih, yakni SOP dari POJK Nomor 22 Tahun 2023 dan SOP dari AFPI. "Mereka harus mengerti SOP, kemudian ada ujian. Kalau lulus, baru ada sertifikasi dan sertifikasi itu berlaku selama 3 tahun," ujarnya saat konferensi pers di kawasan Jakarta Selatan, Senin (29/4). Entjik menerangkan apabila tenaga penagih melanggar aturan, ada beberapa peringatan yang bisa dikenakan, mulai dari SP1 hingga SP3. Dia bilang tenaga penagih bisa di-blacklist jika melakukan tindakan di luar SOP dan sangat tidak beretika. Entjik menjelaskan sebelum diputuskan untuk di-blacklist, tenaga penagih harus melalui beberapa proses terlebih dahulu. Salah satunya disidang dan ditemukan pembuktian kesalahan oleh komite etik yang beranggotakan 9 orang dan kebanyakan komite etik itu berasal dari lawyer . "Jika di-blacklist, berarti dia tidak boleh bekerja di industri fintech lending sama sekali," ungkapnya.
Baca Juga: OJK Bantah Kerugian Fintech Lending Karena Kebijakan Penurunan Suku Bunga Sementara itu, Entjik menyampaikan AFPI bersama OJK akan terus melakukan edukasi kepada masyarakat. Salah satunya melakukan kampanye dalam membedakan fintech lending dengan pinjol ilegal. Dia mengatakan pinjol ilegal itu biasanya berkedok bahwa mereka berizin, tetapi melakukan penawaran melalui WhatsApp, SMS, atau lainnya kepada para korban. Menurutnya, hal itu juga yang perlu disamapaikan kepada masyarakat untuk tidak tergiur dengan penawaran dengan sistem seperti itu. "Fintech lending yang berizin itu melarang menawarkan pinjaman kepada masyarakat yang belum registrasi di platform. Kalau sudah registrasi, baru boleh menawarkan dan ketentuan itu ada di POJK Nomor 10 Tahun 2022. Hal itu juga perlu diketahui masyarakat supaya tak terjerat pinjol ilegal," katanya. Dalam Pasal 111 POJK Nomor 10 Tahun 2022, disebutkan dalam menjalankan kegiatan usaha, penyelenggara dilarang melakukan penawaran layanan baik secara langsung maupun tidak langsung kepada Pengguna dan/atau masyarakat melalui sarana komunikasi pribadi tanpa persetujuan.
Baca Juga: Perbaiki Sistem Penagihan, AFPI Wajibkan Tenaga Penagih Bersertifikat Arti melakukan penawaran layanan baik secara langsung maupun tidak langsung adalah penawaran yang dilakukan oleh penyelenggara baik yang dilakukan secara mandiri maupun melalui kerja sama tertentu dengan pihak lainnya untuk melakukan penawaran produk penyelenggara melalui sarana maupun fasilitas yang dimilikinya. Selain itu, Entjik mengatakan fintech ilegal biasanya akan mengenakan bunga yang tinggi, sedangkan yang legal hanya 0,3% saja. Dia pun menerangkan bunga yang diterapkan tersebut terbilang kecil dibandingkan negara berkembang lainnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto