AFPI dalami kasus pelanggaran standar penagihan fintech



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) akan mendalami kasus pelanggaran kode etik yang dilakukan anggotanya. 

Adrian Asharyanto Gunadi, Ketua AFPI mengatakan hingga saat ini asosiasi telah mendalami kasus pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh fintech peer to peer (P2P) lending.

“Ini jadi tugas asosiasi bahwa untuk penyelenggara yang terbukti melakukan pelanggaran serta tidak mematuhi code of conduct harus dikeluarkan dari asosiasi sehingga secara otomatis status terdaftarnya akan dicabut OJK.,” katanya saat ditemui di Wisma Mulia II, Selasa (13/11).


Adrian mengatakan, untuk penyelenggara yang terbukti melakukan pelanggaran serta tidak mematuhi code of conduct harus dikeluarkan dari asosiasi sehingga secara otomatis status terdaftarnya akan dicabut OJK.

Asal tahu saja, ada 500 aduan masyarakat mengenai penyalahgunaan data pengguna yang dilakukan fintech peer to peer (P2P) lending diterima Lembaga Bantuan Hukum (LBH) sejak 2016 hingga awal November 2018. Sebelumnya, Pengacara Publik di Bidang Perkotaan dan Masyarakat LBH Jakarta Jeanny Silvia Sari Sirait mengatakan, fintech tersebut melakukan cara penagihan yang buruk dan cenderung melanggar tindak pidana. Seperti, menyebarkan data nasabah, dari isi kontak telepon, foto dan video peminjam kepada orang lain.

Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK Hendrikus Passagi menegaskan, dalam POJK 77 telah mengatur soal perlindungan pengguna. Sehingga bagi fintech P2P lending yang terbukti melanggar dapat dikenai sanksi hingga pencabutan izin usaha.

“Fintech lending legal dilarang mengakses buku telepon, data foto dan video nasabah dengan alasan apapun,” katanya.

Dalam POJK 77 pasal 29 dijelaskan penyelenggara dalam hal ini fintech peer to peer (P2P) lending wajib menerapkan prinsip dasar dari perlindungan pengguna diantaranya transparansi, perlaukuan yang adil dan kerahasiaan serta kemanan data.

Jika penyelenggara terbukti melakukan pelanggaran, maka berdasarkan POJK 77 Pasal 47 OJK berwenang mengenakan sanksi administratif terhadap penyelenggara fintech peer to peer (P2P) lending mulai dari peringatan tertulis, denda berupa kewajiban membayar sejumlah uang tertentu, pembatasan kegiatan usaha, hingga pencabutan izin.

Adrian bilang, saat ini asosiasi telah menunjuk firma hukum untuk menjadi mediator dalam mendalami kasus pelanggaran yang dilakukan anggotanya.

“Saya tidak bisa bilang detailnya. Kami masih mendalami kasusnya, makanya kami berhubungan dengan pihak ketiga atau lembaga hukum. Kami akan lihat sanksi yang dijatuhkan seperti apa dengan mempelajari kasus dan aturan asosiasi,” tambahnya.

Nantinya, Asosiasi akan memberikan surat hasil kajian antara asosiasi, firma hukum yang ditunjuk, serta komite etik kepada OJK. Jika dalam surat tersebut penyelenggara yang melakukan pelanggaran terbukti bersalah, maka surat itu akan dikirimkan kepada OJK. Selanjutnya OJK yang akan memutuskan sanksi yang bakal dijatuhkan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi