AFPI: Fintech tingkatkan mitigasi, kualitas pinjaman P2P lending membaik di April



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri fintech peer to peer (P2P) lending mampu mempertahankan rasio pembiayaan bermasalah. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat tingkat wanprestasi di atas 90 hari (TWP90) hanya 1,63%. 

Rasio TWP90 hari pada April 2019 ini membaik dari posisi Maret 2019 di level 2,62%. Namun masih tinggi dibanding akhir 2018 pada level 1,45%.

Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) melihat beberapa faktor yang menyebabkan membaiknya kualitas pinjaman fintech lending. Kepala Bidang Kelembagaan dan Humas AFPI Tumbur Pardede menyebut perbaikan rasio gagal bayar dikarenakan oleh faktor bertambahnya jumlah penyaluran pinjaman. Termasuk bertambahnya jumlah penyelenggara.


Asal tahu saja, OJK juga mencatatkan hingga April 2019 jumlah pinjaman yang disalurkan oleh P2P lending terdaftar dan diawasi oleh OJK sebesar Rp 37,01 triliun. Nilai ini tumbuh 63,33% dibandingkan akhir tahun lalu atau year to date (ytd) Rp 22,66 triliun.

Kinerja hingga April 2019 ini merupakan performa dari 106 P2P lending yang terdaftar dan diawasi oleh regulator. Jumlah pemain terus bertambah dibandingkan akhir tahun sebanyak 88 entitas. 

Lanjut Tumbur selain bertambahnya jumlah pinjaman dan entitas pelaku, membaiknya kualitas pinjaman lantaran semakin baiknya machine learning dan mitigasi risiko yang dilakukan pemain fintech lending. Selain itu, Ia melihat pelaku P2P lending semakin selektif menyaring calon peminjam.

"Bila dilihat dari kategori antara produktif dan konsumtif, serta cara mitigasi risiko yang berbeda. Bisa dikatakan sektor produktif lebih selektif memilih calon peminjam maka umumnya tingkat risiko sektor produktif lebih terukur dan lebih rendah dibanding sektor konsumtif," ujar Tumbur kepada Kontan.co.id beberapa waktu lalu.

Lanjut Tumbur, kelebihan dari pinjaman ke sektor konsumtif adalah proses yg sangat cepat tapi jumlah kecil dengan persyaratan jauh lebih mudah.

Terkait, aturan write off pada industri P2P lending, Tumbur bilang belum ada peraturan yg pasti karena penyelenggara tidak bertindak sebagai lender. Adapun pada pembukuan penyelenggara, pinjaman bersifat 'off balance sheet'. 

"Sehingga apabila di kemudian hari, peminjam yg sempat gagal bayar ternyata mengembalikan atau melunasinya, maka penyelenggara wajib membayarkannya kepada lender. Kecuali bila pinjaman tersebut telah ada pihak ketiga atau asuransi yang meng-cover pinjaman macet sesuai dengan prosedur perjanjian diantara mereka," jelas Tumbur.

Adapun kebijakan penyelenggara yang telah diputuskan adalah untuk besaran total biaya, bunga dan penalti sebesar maksimum 100% dari pokok pinjaman apabila terjadi gagal bayar dan hal ini tidak dibatasi periodenya.

"Lalu penagihan yg dilakukan langsung oleh penyelenggara dapat dilakukan selama 90 hari sejak tanggal gagal bayar," pungkas Tumbur.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi