KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menghimbau masyarakat untuk lebih berhati-hati dan hanya menggunakan
fintech peer to peer (P2P)
lending yang legal. “Demi memberikan perlindungan kepada masyarakat, AFPI menghimbau masyarakat untuk berhati-hati dalam memilih penyelenggara
fintech lending. Pastikan yang sudah terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan,” kata Kepala Bidang Kelembagaan dan Humas AFPI, Tumbur Pardede di Jakarta, dalam keterangan tertulis, Rabu (19/6). Tumbur menambahkan AFPI merupakan mitra OJK dalam mengawasi dan memberikan perlindungan kepada pelaku usaha dan masyarakat yang menggunakan jasa
fintech lending. Seluruh praktek bisnis anggota AFPI mengacu arsitektur AFPI yang diawasi oleh Komite Etik.
Arsitektur AFPI terdiri dari
policy advocacy, pedoman perilaku atau
code of conduct (CoC), literasi dan edukasi, data,
knowledge, intelligence dan kolaborasi. Sebagai tindakan antisipatif, AFPI telah menerapkan standardisasi dan juga sertifikasi bagi proses penagihan, yakni pelarangan penyalahgunaan data nasabah dan kewajiban melaporkan prosedur penagihan. Selain itu, AFPI menerapkan Sertifikasi Manajemen Risiko
fintech lending dan melakukan Pemutakhiran Manajemen Risiko di Industri 4.0 bagi seluruh anggotanya. Tidak hanya penagih, AFPI juga tengah melakukan pembekalan dan sertifikasi kepada para pemegang saham, komisaris dan direksi penyelenggara
fintech lending. Tumbur melanjutkan, memasuki era digital 4.0 dengan ciri dan kemampuan global dan lintas negara secara
online, memiliki konsekuensi akan dampak negatif dari pihak-pihak yang memiliki tujuan negatif yakni ikut mendompleng dalam industri digital ini. Begitu juga dengan industri
fintech lending yang saat ini mengalami kemajuan pesat yang mampu menciptakan alternatif pendanaan bagi masyarakat, juga terdapat para pelaku yang bertindak secara ilegal yang merugikan masyarakat. “AFPI telah melakukan serangkaian kebijakan,
Code of Conduct dan hal-hal lainnya sekaligus melakukan literasi keuangan. Untuk itu AFPI juga mengharapkan masyarakat lebih bijak dan waspada terhadap keberadaan pihak-pihak ilegal tersebut,” tutur Tumbur. Tak hanya itu, AFPI mendukung upaya OJK untuk meningkatkan perlindungan kepada masyarakat, yakni mengenai pembatasan akses data digital pribadi oleh
fintech lending. Selama belum ada undang-undang (UU) perlindungan data pribadi yang bisa menjerat pelaku penyalahgunaan data ini,
fintech lending hanya bisa mengakses data tiga fitur dari
smartphone nasabah peminjamnya, yakni kamera, mikrofon, dan lokasi. “Ini yang membedakan antara
fintech legal dan ilegal. Kalau ilegal pasti akan mengakses semua data pribadi nasabahnya. Seluruh
member AFPI diminta untuk taat pada aturan yang ditetapkan OJK ini,” ucap Tumbur. Ketua Harian AFPI Kuseryansyah mengatakan, selain memastikan status
fintech legal, konsumen seharusnya mencermati syarat dan ketentuan yang diminta aplikasi pinjaman, seperti besaran bunga, lama pinjaman dan denda keterlambatan. Dengan demikian diharapkan masyarakat tidak terjebak dalam pinjaman
online yang tidak berizin atau
fintech ilegal. “AFPI telah memiliki saluran informasi dan pengaduan nasabah Fintech Lending, yakni JENDELA. AFPI terbuka mendengarkan keluhan nasabah. AFPI hadir untuk turut mendukung program pemerintah meningkatkan inklusi keuangan masyarakat. Pemanfaatan
fintech lending diharapkan lebih maksimal untuk mengisi
credit gap dan untuk melayani masyarakat
unbanked, underserved” tutur Kuseryansyah. Keberadaan
fintech ilegal masih sangat merugikan industri
fintech lending ini. Sejak Januari 2018, Satgas Waspada Investasi OJK telah memblokir 947 entitas
fintech ilegal dimana untuk tahun 2019 sendiri mencapai 543
fintech ilegal yang diblokir dan pada 2018 sebanyak 404
fintech ilegal.
Perusahaan
fintech dikatakan ilegal karena tidak terdaftar di OJK, sesuai dengan Peraturan OJK No.77 Tahun 2016, bahwa seluruh penyelenggaraan
fintech lending harus sudah terdaftar OJK. Data OJK mencatatkan hingga April 2019 jumlah pinjaman dari
fintech lending yang terdaftar sebesar Rp 37,01 triliun atau tumbuh 63,33% dibandingkan akhir tahun lalu atau
year to date (ytd) Rp 22,66 triliun. Dari sisi penyelenggara, saat ini sebanyak 113
fintech lending terdaftar dimana 7
fintech lending diantaranya berstatus berizin. Dari seluruh
fintech lending ini, 6 diantaranya merupakan
fintech syariah. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .