AFPI Patok Bunga Pinjaman Fintech 0,4% per Hari, di Atas Itu Melanggar



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bunga pinjaman industri fintech peer to peer (P2P) lending alias pinjaman online (pinjol) dinilai tinggi dibandingkan industri keuangan lainnya.

Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) telah memberi batasan tingkat bunga kepada para perusahaan yakni maksimal sebesar 0,4% per hari atau sebesar 12% per bulan. Namun, besaran bunga ini lebih ditujukan untuk pinjaman jangka pendek.

“AFPI melalui code of conduct kita memberi batas biaya pinjaman 0,4% per hari. Kalau lebih dari 0,4% itu melanggar,” ujar Sekretaris Jenderal AFPI, Sunu Widyatmoko saat ditemui di Jakarta, Kamis (21/9).


Baca Juga: OJK Minta Fintech Lending Transparan Soal Bunga Kredit

Sunu menuturkan, industri fintech P2P lending tampak bersaing dengan pemberi pinjaman lainnya seperti koperasi, multifinance dan perbankan dalam hal menawarkan bunga.

“Semua orang maunya risk and return mirip, jadi kita di dalam market yang sama, nah dalam kondisi itu karena kita lebih fleksibel kita charge tinggi banget, tidak bisa,” tuturnya.

Sunu menambahkan, untuk bunga kredit fintech lending cukup bervariasi dan ini bergantung pada profil risiko sang peminjam (borrower).

“Sekarang bunganya bervariasi kisaran paling rendah 18% sampai 30% (per tahun) tergantung profil risiko debitur,” tandasnya.

Memang jika dibandingkan dengan bunga kredit perbankan, bunga kredit fintech lending tampak lebih tinggi. Berdasarkan data Bank Indonesia (BI) bunga kredit perbankan pada Juli 2023 mencapai 9,35%.

Baca Juga: Bunga Pinjol Dinilai Tinggi, MenkopUKM Minta Profil Risiko Borrower Diperbaiki

Sementara itu, Ketua Bidang Hukum, Etika dan Perlindungan Konsumen AFPI Ivan Nikolas Tambunan menegaskan bahwa suku bunga maksimal di fintech saat ini sebesar 0,4% per hari atau 12% per bulan.

"Dan untuk yang tenornya di bawah 24 bulan total bunga dan biaya-biaya lainnya tidak boleh lebih dari 100% nilai pokok pinjaman,” kata Ivan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi