KONTAN.CO.ID - Afrika Selatan kembali melayangkan protes keras terhadap aksi Israel di Gaza. Kali ini Israel dianggap telah mengabaikan perintah pengadilan PBB untuk menghentikan pembunuhan warga sipil. Menteri Luar Negeri Afrika Selatan, Naledi Pandor, pada hari Rabu (1/2) mengatakan bahwa pihaknya akan berusaha mengajukan cara lain kepada komunitas global demi menghentikan aksi pembunuhan warga sipil oleh Israel. Keputusan awal Mahkamah Internasional PBB (ICJ) pekan lalu memerintahkan Israel untuk melakukan semua yang mereka bisa untuk mencegah kematian, kehancuran, dan segala tindakan genosida terhadap warga Palestina di Gaza.
Baca Juga: Hakim Mahkamah ICJ Sebut Operasi Militer Israel di Gaza Sebabkan Banyak Kematian ICJ juga memutuskan bahwa Israel harus segera mengirimkan bantuan kemanusiaan dasar ke Gaza, serta menyerahkan laporan mengenai langkah-langkah yang diambil untuk mematuhi keputusan tersebut dalam waktu satu bulan. Sayangnya, Israel seolah mengabaikan keputusan itu dan terus melanjutkan serangan militernya. Ratusan warga Palestina telah terbunuh sejak perintah itu dikeluarkan. Otoritas kesehatan Gaza melaporkan, sedikitnya 150 orang tewas dalam 24 jam terakhir hingga hari Rabu, menjadikan jumlah total kematian warga Palestina menyentuh angka 26.700.
Baca Juga: Pengadilan Tinggi PBB Titahkan Israel untuk Mencegah Genosida di Gaza Benjamin Netanyahu Harus Ditangkap
Pandor mengatakan, situasi Gaza bisa menjadi lebih mengerikan dari genosida di Rwanda pada tahun 1994, ketika lebih dari 800.000 orang dibantai. "Bahaya jika dunia tidak melakukan apa pun untuk menghentikan jatuhnya korban sipil di Gaza. Kita membiarkan hal ini terjadi lagi, tepat di depan mata kita, di layar TV kita," kata Pandor, dikutip
AP News. Afrika Selatan bertekad untuk melanjutkan kasus yang telah diajukannya ke Pengadilan Kriminal Internasional (ICC), di mana negara itu menuduh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah melakukan kejahatan perang. Afrika Selatan mendesak ICC untuk segera mengeluarkan surat izin penangkapan terhadap Netanyahu.
Baca Juga: Lawan Tuduhan Genosida, Israel Tuding Afrika Selatan Corong Hamas Afrika Selatan mengajukan kasusnya terhadap Netanyahu di ICC pada bulan November 2023. "Jaksa ICC meyakinkan kami bahwa masalah ini sudah ditangani dan sedang diperiksa oleh kantornya. Saya bertanya kepadanya, mengapa dia bisa mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Tuan Putin sementara dia tidak bisa mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Perdana Menteri Israel?," kata Pandor. Israel dan Rusia sama-sama tidak menandatangani perjanjian yang membentuk ICC dan tidak mengakui otoritas pengadilan. Namun ICC menunjukkan sikap yang berbeda terkait tuntutan penangkapan kedua kepala negara tersebut.