KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dorongan penerapan praktik sustainability kelapa sawit terus bergulir, bahkan penerapannya tidak berhenti tingkat pelaku usaha besar, melainkan berlanjut hingga tingkat petani. Sustainability merupakan market driven atau consumer driven sehingga harus diterapkan semua rantai pasok. Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki)Joko Supriyono, menyatakan hal ini pada webinar yang diselenggarakan Aspekpir bekerjasama dengan Gapki. "Petani harus terus didorong untuk sustainbale, maka prioritas pertama adalah peningkatan produktivitas. Kalau produktivitas rendah maka tidak akan bisa bertahan. Sekarang memang harga TBS sedang bagus, tetapi kalau harga sedang rendah produktivitas tinggi membuat petani masih punya margin,” katanya dalam keterangannya, Minggu (1/11).
Tata niaga menjadi masalah sebab tidak punya akses langsung ke PKS dan banyaknya perantara , harga yang diterima petani menjadi jauh dibawah penetapan pemerintah. Misalnya harga penetapan Rp 1.500 per kg tingkat petani hanya Rp 1.200 per kg. Baca Juga: Produktivitas terjaga, petani sawit di Riau lanjut Bermitra dengan PTPN V Petani PIR jadi contoh karena bermitra dengan perusahaan maka punya akses langsung ke PKS dan harga yang diterima sesuai harga penetapan. Karena itu petani harus mencari mitra perusahaan dan syaratnya adalah membentuk dan memperkuat kelembagaan. Kemitraan merupakan keniscayaan baik bagi perusahaan maupun petani. Kemitraan inti plasma sudah selesai sejak tahun 90an sekarang justru dibuka peluang kemitraan karena polanya bebas bisa memilih apa saja mulai dari yang paling sederhana sampai yang paling rumit.