KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Saat ini pemerintah melalui Kementerian ESDM sedang menyusun Keputusan Menteri (Kepmen) sebagai peraturan petunjuk teknis pelaksanaan Peraturan Menteri ESDM tentang PLTS Atap Nomor 26 Tahun 2021. Institute for Essential Services Reform (IESR) melihat ada kemungkinan kebijakan yang diatur dalam Kepmen tersebut adalah pembatasan pemasangan PLTS Atap berdasarkan perhitungan minimum load atau beban minimum pihak yang ingin memasang. Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menjelaskan, perdebatan yang terjadi sampai hari ini bukan hanya persoalan overcapacity listrik saja, tetapi ada dua hal yang diinginkan PLN.
Baca Juga: Komisi VII DPR: Idealnya PLTS Atap Tidak Ada Pembatasan Pemasangan Pertama, PLN ingin agar tidak ada ekspor listrik ke jaringan mereka lantaran pasokan listrik akan terus bertambah di tengah kondisinya yang oversupply. Kedua, dari sisi teknis yang dipertimbangkan PLN adalah kemampuan gardu menerima listrik dari PLTS Atap karena mempertimbangkan dan memastikan keandalan service PLN. “Jadi kalau dengan opsi itu memang yang setahu saya disepakati dengan Kementerian ESDM adalah kapasitas PLTS Atap yang diizinkan untuk dipasang setara dengan minimum load atau beban minimum. Dengan begini maka tidak ada ekspor listrik ke jaringan PLN,” jelasnya kepada Kontan.co.id, Senin (24/10). Beban minimum adalah arus atau daya minimum yang harus ditarik dari suatu catu daya yang mengacu pada jumlah beban listrik yang diperlukan. Adapun setiap pelanggan memiliki beban minimum masing-masing. Menurut Fabby, pembatasan maksimum 15% dari kapasitas listrik terpasang yang dilakukan PLN saat ini hanya mengambil rata-rata saja sehingga dinilai tidak ada perhitungan teknis. “Ini perhitungan hipotesis kalau masuk 3 GW ke sistem Jawa-Bali kemudian dihitunglah pada masing-masing sistem itu berapa. Itu yang kita tidak setuju,” kata Fabby. Jika dalam Kepmen nanti diperjelas perhitungan maksimum pemasangan berdasarkan beban minimum, maka setiap wilayah PLN punya dasar yang sama. Hanya saja, Fabby berpesan kebijakan pembatasan tersebut jangan diberlakukan untuk rumah tangga dengan daya 2.000 KVA hingga 2.200 KVA karena penggunaan listrik di siang hari cenderung kecil. Baca Juga: Pasokan Listrik PLN Berlebih dan Permintaan Melambat, Proyek PLTS Atap Terhambat Kemudian, kebijakan pembatasan pemasangan PLTS Atap ini juga perlu mempertimbangkan bagi bangunan-bangunan baru atau industri baru yang mau langsung memasang PLTS Atap. Misalnya saja di Bali ada vila baru yang mau memasang PLTS Atap, tentu di sini belum ada histori pemakaiannya.