JAKARTA. Pengamat ekonomi Aviliani mengatakan defisit neraca transaksi berjalan yang dialami Indonesia disebabkan nilai impor yang lebih besar dari nilai ekspor. Rendahnya nilai ekspor Indonesia tersebut salah satunya disebabkan belum maksimalnya penyaluran kredit perbankan bagi industri pengolahan. Menurut Aviliani, selama ini ekspor Indonesia lebih banyak ke komoditas bahan mentah seperti kelapa sawit dan hasil pertambangan. Ini menyebabkan nilai ekspor Indonesia menjadi rendah. “Kondisi ini salah satunya disebabkan pembiayaan perbankan untuk industri pengolahan belum maksimal,” kata Aviliani di Jakarta, Senin (1/12). Kedepan, wanita yang juga sebagai Komisaris Bank Mandiri ini menghimbau pemerintah memberikan sejumlah insentif bagi industri pengolahan. Sehingga industri pengolahan akan dipandang lebih menjanjikan. “Ini akan membuat perbankan lebih maksimal dalam menyalurkan kredit untuk industri pengolahan,” pungkas Aviliani.
Agar tak defisit, kredit pengolahan harus digenjot
JAKARTA. Pengamat ekonomi Aviliani mengatakan defisit neraca transaksi berjalan yang dialami Indonesia disebabkan nilai impor yang lebih besar dari nilai ekspor. Rendahnya nilai ekspor Indonesia tersebut salah satunya disebabkan belum maksimalnya penyaluran kredit perbankan bagi industri pengolahan. Menurut Aviliani, selama ini ekspor Indonesia lebih banyak ke komoditas bahan mentah seperti kelapa sawit dan hasil pertambangan. Ini menyebabkan nilai ekspor Indonesia menjadi rendah. “Kondisi ini salah satunya disebabkan pembiayaan perbankan untuk industri pengolahan belum maksimal,” kata Aviliani di Jakarta, Senin (1/12). Kedepan, wanita yang juga sebagai Komisaris Bank Mandiri ini menghimbau pemerintah memberikan sejumlah insentif bagi industri pengolahan. Sehingga industri pengolahan akan dipandang lebih menjanjikan. “Ini akan membuat perbankan lebih maksimal dalam menyalurkan kredit untuk industri pengolahan,” pungkas Aviliani.