Agar Tak Merugikan Masyarakat dan Petani, Harus Ada Satu Data Beras Nasional



KONTAN.CO.ID - JAKARTA.  Waspada. Badan Pusat Statistik (BPS) mengingatkan, ada potensi defisit neraca beras hingga akhir tahun 2023.  Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BPS Amalia Adininggar mengungkapkan, ini terlihat dari kecenderungan jumlah produksi beras dari bulan Agustus 2023 yang menurun. 

"Berdasarkan perhitungan BPS, pengamatan bulan sebelumnya, memang ada kecenderungan penurunan jumlah produksi beras dari Agustus 2023 ke bulan berikutnya sampai dengan akhir tahun," kata Amalia dalam konferensi pers, Senin (2/10). 

Maka, ramai wacana impor beras. Pada saat peninjauan operasi pasar beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC), Jakarta Timur, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menjelaskan, kebijakan impor beras harus melihat produksi dalam negeri.


Erick menyebut program impor tidak bisa berjalan sendiri dengan mengabaikan produksi dalam negeri. Erick menilai hal ini acapkali menimbulkan area abu-abu yang dimanfaatkan oknum yang ingin mencari keuntungan sesaat.

"Jadi saya terus mendorong impor dan produksi harus satu data, tidak boleh beda data, kasihan rakyat dan petani, kalau 'pemainnya' begitu-begitu saja selalu cari uang cepat. Sudah waktunya kita berantas mereka," ucap Erick.

Guru Besar IPB University,  Dwi Andreas Santosa sepakat adanya mengenai satu data ketika pemerintah hendak mengambil keputusan mengenai impor beras. Andreas yang juga Ketua Umum AB2TI (Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia menyatakan,, selama ini dalam melakukan impor beras, pemerintah memiliki pertimbangan tertentu.

Baca Juga: Pemerintah Buka Peluang Impor Beras Lagi Sebanyak 1,5 Juta Ton, Demi Amankan Stok

Namun kerapkali ketika kebijakan impor pemerintah salah, baik itu waktu maupun jumlah. Andreas menilai keputusan impor beras harusnya diputuskan di bulan Agustus setelah mengetahui perkiraan produksi beras.

Menurut dia, pemerintah seharusnya memiliki data stok beras nasional selama tiga bulan. Data beras nasional terdiri dari produksi, stok yang dimiliki pemerintah di Bulog, stok beras yang dimiliki petani, konsumen, penggilingan dan pedagang.

"Jika pemerintah memiliki data yang presisi mengenai stok beras nasional, diharapkan pemerintah memiliki perencanaan yang baik dalam melakukan impor beras. Tata kelola impor beras harus diperbaiki sehingga tak merugikan petani, ” terang Andreas, dalam keterangannya, Kamis (5/10).

Andreas menyebutkan, harga beras dari Juni 2022 hingga September 2023 terus meningkat,. Rata-rata t kenaikannya sudah mencapai 19,6%. .Jika melihat harga beras ditingkat petani periode Juni 2022 hingga September 2023 sudah mengalami kenaikan 50,4%. Kenaikan harga gabah kering panen di periode yang sama mengalami kenaikan 83,6%.

Dampak cuaca ekstrem saat ini dinilai Andreas akan mempengaruhi penurunan produksi padi di Indonesia sebesar 5% atau setara 1,5 juta ton beras. Dengan beras impor yang sudah masuk sebesar 1,6 juta ton, 400.000 ton yang belum masuk dan sisa impor tahun lalu 300 ribu ton, Andreas menilai stok beras di Indonesia saat ini  cukup hingga panen raya tahun 2024.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Ahmad Febrian