JAKARTA. Rendahnya harga komoditas masih akan menekan kinerja PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) pada tahun ini. Namun, di sisi lain, murahnya harga gandum bisa menjaga margin bisnis mi instan tetap solid. Analis Trimegah Securities Dian Octiana menuturkan, posisi sebagai holding company memang menyebabkan perseroan sensitif terhadap tekanan yang melanda anak usahanya. Koreksi harga komoditas, terutama minyak sawit mengakibatkan divisi agribisnis ikut tertekan. Saat harga komoditas sedang rendah, margin divisi agribisnis menurun. "Inilah yang menyebabkan laba bersih INDF tertekan," ujar Dian, Selasa (2/2).
Asal tahu saja, per kuartal III-2015, perusahaan Grup Salim ini mencatatkan laba periode berjalan yang dapat diatribusikan ke pemilik entitas induk menurun 45,2%. Dari Rp 3,07 triliun menjadi Rp 1,68 triliun. Tahun ini, performa INDF diprediksi tidak berbeda jauh dari tahun lalu. Divisi agribisnis masih menjadi pemberat bagi perseroan. Prediksi Dian, divisi agribisnis INDF akan meraih pendapatan sekitar Rp 15,29 triliun, naik 14% dibandingkan perkiraan realisasi pendapatan 2015. Namun, rendahnya harga komoditas hanya akan mengerek margin divisi agribisnis menjadi 11% pada tahun ini dibandingkan tahun sebelumnya, 10%. Meski naik, sejatinya angka tersebut sudah hasil revisi. Sebelumnya, Dian memprediksi, margin divisi agribisnis perseroan di level 15% pada tahun 2015 sampai 2016. Lantaran divisi agribisnis masih loyo, performa INDF tahun ini masih akan disokong bisnis PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP), yang memproduksi mi instan merek Indomie. Tapi, karena produk ICBP sudah lama dikenal, sehingga pasar jenuh. "Sudah sulit berkembang. Tahun ini, pertumbuhan ICBP paling sekitar 5%," kata Dian. Untungnya, tahun ini, harga tepung masih di level rendah. Alhasil, ICBP bisa bermain di sisi margin. Menurut Dian, ICBP tahun ini bisa memberikan margin sekitar 12,4%. Angka ini lebih tinggi dibandingkan perkiraan tahun lalu, yakni 11,7%. Efek badai Analis Sinarmas Sekuritas Wilbert Ham menilai, divisi agribisnis INDF tak sepenuhnya tertekan. "Efek El-Nino bisa jadi katalis positif," tulisnya dalam riset yang dirilis 22 Januari 2016. El-Nino tahun lalu mengganggu produksi dan distribusi crude palm oil (CPO). Saat suplai terbatas, harga berpotensi naik. Tak hanya itu, permintaan produk turunan CPO juga diprediksi meningkat, seiring situasi perekonomian yang lebih kondusif.
"Efek kenaikan harga akan dirasakan mulai tahun ini. Harga CPO tahun ini akan diperdagangkan RM 2.200-RM 2.500 per ton," jelas Wilbert. Analis J.P. Morgan Princy Singh menilai, meski masih ada beberapa sentimen negatif yang melanda INDF, fundamental perseroan masih tetap menarik. Selain itu, saham INDF juga menarik untuk diperdagangkan. Singh memberikan rating overweight INDF dengan target Rp 8.200 per saham. Lalu, Dian dan Wilbert merekomendasikan buy dengan target harga masing-masing Rp 6.800 dan Rp 6.560. Kemarin harga saham INDF turun 0,4% menjadi Rp 6.250 per saham. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Barratut Taqiyyah Rafie