Agung ajak Ical berdialog, jangan main pecat



JAKARTA. Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar Agung Laksono mengatakan, wacana pelaksanaan Musyawarah Nasional (Munas) Golkar tahun 2014 muncul bukan atas desakan dirinya ataupun kader Golkar lain. Ia menegaskan, usulan itu berdasarkan aturan dalam anggaran dasar anggaran rumah tangga (AD/ART) partai bahwa masa jabatan ketua umum hanya selama lima tahun.

"Setiap kader harus tunduk pada konstitusi, pada AD/ART," kata Agung dalam wawancara dengan Kompas TV, Selasa (12/8).

Agung mengatakan, Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie dan kader Golkar lainnya berpegang pada rekomendasi Munas 2009 bahwa munas selanjutnya digelar pada 2015 sehingga masa jabatan ketum hingga enam tahun. Padahal, kata dia, rekomendasi munas nilainya masih di bawah AD/ART partai.


Agung menambahkan, berdasarkan penjelasan yang dia terima, Golkar akan tetap berada dalam Koalisi Merah Putih selama ketum masih dijabat Aburizal, kecuali jika terjadi perubahan kepengurusan.

"Berkaitan koalisi, itu hanya berlaku di kepemimpinan ARB. Tapi, masa bakti ini tidak lama lagi akan selesai. Pengurus baru nantinya punya kewenangan apakah melanjutkan (koalisi), memodifikasi, atau mengubah total," kata politisi yang sudah 40 tahun bergabung dengan Golkar itu.

Menurut Agung, permasalahan waktu pelaksanaan munas ataupun soal koalisi semestinya bisa diselesaikan dengan dialog. Terlebih lagi, kata Agung, dirinya dan Aburizal sama-sama pimpinan partai.

"Itu bisa diselesaikan dengan duduk satu meja. Bukan dengan dilakukan pemecatan," kata Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat itu.

Forum munas dianggap penting lantaran akan menentukan arah koalisi Golkar lima tahun mendatang, apakah tetap dalam Koalisi Merah Putih yang mendukung Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, atau mendukung presiden dan wakil presiden terpilih, Joko Widodo-Jusuf Kalla.

Sebagian internal Golkar mendorong munas digelar Oktober 2014 atau sebelum pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih. Sejumlah pihak meyakini dorongan munas tahun ini akan semakin kuat setelah Mahkamah Konstitusi memutuskan perselisihan hasil pilpres pada 21 Agustus. (Sandro Gatra)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan