Awalnya, Agung Nugroho Susanto hanya mencoba membuka usaha tanpa target yang pasti. Dua usahanya pun rontok dalam hitungan bulan. Namun, ia belajar banyak dari dua pengalaman itu. Di bisnis ketiga, Agung menetapkan fokus dan tujuan yang jelas. Ia pun turun tangan langsung di bisnis cuci baju.Sebagai mahasiswa yang berasal dari keluarga serba berkecukupan, keinginan Agung Nugroho Susanto berwirausaha tidak langsung datang saat pertama kali ia duduk di bangku kuliah. Awalnya, ia hanya fokus lulus kuliah dengan indeks prestasi baik supaya mudah mencari pekerjaan di masa mendatang.Kegiatan yang dia jalani pun sama seperti mahasiswa pada umumnya. Pagi sampai siang masuk kuliah, setelah itu ia mencari kegiatan untuk mengisi waktu kosong. Agung berkumpul bersama teman-temannya, berorganisasi, atawa menghabiskan waktu di rumah dengan kegiatan santai membaca buku atau menonton film. Memasuki semester empat, dia mulai memutuskan berbisnis agar bisa hidup mandiri dan mengikuti banyak orang sukses dengan berwirausaha. Layaknya mahasiswa yang berniat membuka usaha, Agung pertama kali berbisnis pakaian anak muda lewat distro dan clothing yang memang sedang tren saat itu. "Saya bekerja sama dengan seorang teman," ujarnya.Dengan modal seadanya tanpa ada visi, misi, dan arah yang jelas, usaha tersebut tidak berkembang. Namun, pengalaman berbisnis pertama kali itu menjadi batu loncatan yang membuatnya mengerti dan memahami bisnis. "Justru membuat saya jatuh cinta menjadi seorang wirausaha ketimbang pegawai," kata Agung.Ia menjalani bisnis distro di sela-sela waktu kuliah, bergantian menjaga gerai. Di usaha pertamanya ini, Agung belajar bermacam istilah bisnis dan keuangan, seperti konsinyasi, akuntansi, pemasaran, distribusi, produksi, dan manajemen. "Sebelumnya, hanya tahu sekilas saja sewaktu di bangku sekolah," ujar lulusan Fakultas Hukum UGM itu.Sambil menjalankan bisnis distro, dia juga bergabung dengan temannya yang lain membuka usaha konter telepon seluler di salah satu mal di Yogyakarta. Di usaha ini, mentalnya benar-benar terlatih dalam menghadapi pelanggan. Kemampuan diplomasinya terasah terus dalam proses tawar-menawar dengan para pembeli.Namun, nasib usaha keduanya itu sama saja seperti sebelumnya, gulung tikar karena tidak ada tujuan yang jelas. Pelbagai kendala menghadang, mulai dari tidak fokus mengelola lantaran terlalu sibuk kuliah hingga tidak adanya ketidakcocokan dengan rekan bisnis.Namun, Agung yakin usaha kerasnya pasti akan membuahkan hasil suatu saat nanti. Di semester enam, ia melihat peluang bisnis mencuci pakaian kotor atau laundry cukup menjanjikan. Bisnis ini juga cukup menjamur di Yogyakarta. Setiap sudut kota ada laundry.Dengan modal satu mesin cuci dan satu mesin pengering, Agung mulai menjalankan bisnis pencucian baju dengan nama Simply Fresh Laundry. Ia mengeluarkan modal awal total Rp 30 juta yang diperolehnya dari sisa dua bisnis sebelumnya, ditambah pinjaman dari orang tua dan dari salah satu lembaga keuangan.Agung sadar betul ketatnya persaingan bisnis cuci kala itu. Ia pun mencari cara membuat usahanya berbeda dari usaha-usaha cuci lain yang sudah ada. Kuncinya, berani mencoba dan berinovasi.Ia pun turun tangan langsung membantu pekerjanya ketika ada waktu di luar jam kuliah. Agung melakukan semua pekerjaan, mulai dari menghitung pakaian kotor, mengantar jemput pakaian konsumen, menyetrika pakaian, sampai dengan kerja lembur tidak tidur demi menjaga kualitas pelayanan.Soalnya, Agung membuka layanan jasa cuci pakaian satu hari selesai. "Namun, dengan jumlah mesin yang terbatas dan pegawai hanya dua orang, mau tidak mau saya harus terus menggiling pakaian 1x24 jam nonstop saat jumlah pakaian menumpuk," kenangnya.Namun, usaha kerasnya tersebut terbayar lunas. Meski sibuk luar biasa, ia bisa menyelesaikan kuliah tepat waktu selama empat tahun dengan indeks prestasi 3,3. Bisnisnya pun kini telah berkembang pesat. Dari Simply Fresh Laundry, Agung bisa memperoleh omzet miliaran rupiah dalam tempo sebulan saja. Ia pun berhasil menciptakan lapangan kerja dan kesempatan bisnis bagi banyak orang yang ingin bermitra dengannya. (Bersambung) Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Agung belajar dari kegagalan sebelumnya (2)
Awalnya, Agung Nugroho Susanto hanya mencoba membuka usaha tanpa target yang pasti. Dua usahanya pun rontok dalam hitungan bulan. Namun, ia belajar banyak dari dua pengalaman itu. Di bisnis ketiga, Agung menetapkan fokus dan tujuan yang jelas. Ia pun turun tangan langsung di bisnis cuci baju.Sebagai mahasiswa yang berasal dari keluarga serba berkecukupan, keinginan Agung Nugroho Susanto berwirausaha tidak langsung datang saat pertama kali ia duduk di bangku kuliah. Awalnya, ia hanya fokus lulus kuliah dengan indeks prestasi baik supaya mudah mencari pekerjaan di masa mendatang.Kegiatan yang dia jalani pun sama seperti mahasiswa pada umumnya. Pagi sampai siang masuk kuliah, setelah itu ia mencari kegiatan untuk mengisi waktu kosong. Agung berkumpul bersama teman-temannya, berorganisasi, atawa menghabiskan waktu di rumah dengan kegiatan santai membaca buku atau menonton film. Memasuki semester empat, dia mulai memutuskan berbisnis agar bisa hidup mandiri dan mengikuti banyak orang sukses dengan berwirausaha. Layaknya mahasiswa yang berniat membuka usaha, Agung pertama kali berbisnis pakaian anak muda lewat distro dan clothing yang memang sedang tren saat itu. "Saya bekerja sama dengan seorang teman," ujarnya.Dengan modal seadanya tanpa ada visi, misi, dan arah yang jelas, usaha tersebut tidak berkembang. Namun, pengalaman berbisnis pertama kali itu menjadi batu loncatan yang membuatnya mengerti dan memahami bisnis. "Justru membuat saya jatuh cinta menjadi seorang wirausaha ketimbang pegawai," kata Agung.Ia menjalani bisnis distro di sela-sela waktu kuliah, bergantian menjaga gerai. Di usaha pertamanya ini, Agung belajar bermacam istilah bisnis dan keuangan, seperti konsinyasi, akuntansi, pemasaran, distribusi, produksi, dan manajemen. "Sebelumnya, hanya tahu sekilas saja sewaktu di bangku sekolah," ujar lulusan Fakultas Hukum UGM itu.Sambil menjalankan bisnis distro, dia juga bergabung dengan temannya yang lain membuka usaha konter telepon seluler di salah satu mal di Yogyakarta. Di usaha ini, mentalnya benar-benar terlatih dalam menghadapi pelanggan. Kemampuan diplomasinya terasah terus dalam proses tawar-menawar dengan para pembeli.Namun, nasib usaha keduanya itu sama saja seperti sebelumnya, gulung tikar karena tidak ada tujuan yang jelas. Pelbagai kendala menghadang, mulai dari tidak fokus mengelola lantaran terlalu sibuk kuliah hingga tidak adanya ketidakcocokan dengan rekan bisnis.Namun, Agung yakin usaha kerasnya pasti akan membuahkan hasil suatu saat nanti. Di semester enam, ia melihat peluang bisnis mencuci pakaian kotor atau laundry cukup menjanjikan. Bisnis ini juga cukup menjamur di Yogyakarta. Setiap sudut kota ada laundry.Dengan modal satu mesin cuci dan satu mesin pengering, Agung mulai menjalankan bisnis pencucian baju dengan nama Simply Fresh Laundry. Ia mengeluarkan modal awal total Rp 30 juta yang diperolehnya dari sisa dua bisnis sebelumnya, ditambah pinjaman dari orang tua dan dari salah satu lembaga keuangan.Agung sadar betul ketatnya persaingan bisnis cuci kala itu. Ia pun mencari cara membuat usahanya berbeda dari usaha-usaha cuci lain yang sudah ada. Kuncinya, berani mencoba dan berinovasi.Ia pun turun tangan langsung membantu pekerjanya ketika ada waktu di luar jam kuliah. Agung melakukan semua pekerjaan, mulai dari menghitung pakaian kotor, mengantar jemput pakaian konsumen, menyetrika pakaian, sampai dengan kerja lembur tidak tidur demi menjaga kualitas pelayanan.Soalnya, Agung membuka layanan jasa cuci pakaian satu hari selesai. "Namun, dengan jumlah mesin yang terbatas dan pegawai hanya dua orang, mau tidak mau saya harus terus menggiling pakaian 1x24 jam nonstop saat jumlah pakaian menumpuk," kenangnya.Namun, usaha kerasnya tersebut terbayar lunas. Meski sibuk luar biasa, ia bisa menyelesaikan kuliah tepat waktu selama empat tahun dengan indeks prestasi 3,3. Bisnisnya pun kini telah berkembang pesat. Dari Simply Fresh Laundry, Agung bisa memperoleh omzet miliaran rupiah dalam tempo sebulan saja. Ia pun berhasil menciptakan lapangan kerja dan kesempatan bisnis bagi banyak orang yang ingin bermitra dengannya. (Bersambung) Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News