JAKARTA. Pertamina memperbesar impor bahan bakar minyak (BBM) jenis premium (bensin) seiring dengan konsumsi yang melonjak tinggi pada saat arus mudik Lebaran. Tak tanggung-tanggung, impor Pertamina di Agustus ini pun melesat ke level tertinggi sepanjang sejarah. Pertamina menyatakan, total impor selama bulan Agustus inimencapai 9 juta barel (1 barel = 0,16 kiloliter). "Ini impor tertinggi dalam sejarah Pertamina, biasanya 5,5 juta barel atau 6 juta barel itu sudah tinggi, " kata Vice President Coorporate Communication Pertamina, Mochammad Harun, kepada wartawan di Jakarta, Jumat (26/8). Sedangkan total volume produksi nasional per bulan rata-rata sekitar 12 juta barel. Menurut Harun, Pertamina harus mengimpor bensin dari pasar Singapura demi menjaga stok BBM selama arus mudik dan arus balik Lebaran tahun ini. Soalnya, konsumsi premium terus meningkat, sementara 15 tahun terakhir ini tidak ada kilang baru yang dibangun di Indonesia. "Konsumsi di dalam negeri terus meledak tanpa ada upaya untuk mengerem, sehingga konsekuensinya impor jadi makin tinggi, "jelasnya.
Agustus, impor premium Pertamina mencapai rekor
JAKARTA. Pertamina memperbesar impor bahan bakar minyak (BBM) jenis premium (bensin) seiring dengan konsumsi yang melonjak tinggi pada saat arus mudik Lebaran. Tak tanggung-tanggung, impor Pertamina di Agustus ini pun melesat ke level tertinggi sepanjang sejarah. Pertamina menyatakan, total impor selama bulan Agustus inimencapai 9 juta barel (1 barel = 0,16 kiloliter). "Ini impor tertinggi dalam sejarah Pertamina, biasanya 5,5 juta barel atau 6 juta barel itu sudah tinggi, " kata Vice President Coorporate Communication Pertamina, Mochammad Harun, kepada wartawan di Jakarta, Jumat (26/8). Sedangkan total volume produksi nasional per bulan rata-rata sekitar 12 juta barel. Menurut Harun, Pertamina harus mengimpor bensin dari pasar Singapura demi menjaga stok BBM selama arus mudik dan arus balik Lebaran tahun ini. Soalnya, konsumsi premium terus meningkat, sementara 15 tahun terakhir ini tidak ada kilang baru yang dibangun di Indonesia. "Konsumsi di dalam negeri terus meledak tanpa ada upaya untuk mengerem, sehingga konsekuensinya impor jadi makin tinggi, "jelasnya.