Ahli akan meneliti lokasi banjir bandang Subang



BANDUNG. Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan (Aher) meminta ahli geologi untuk meneliti lokasi banjir bandang di Kampung Cihideung, Desa Sukakerti, Kecamatan Cisalak, Kabupaten Subang.

Itu dilakukan untuk mengetahui kelayakan lokasi sebagai permukiman warga. Lelaki yang biasa disapa Aher ini mengatakan, warga tidak ingin direlokasi. Mereka ingin kembali membangun tempat tinggalnya yang sudah hancur karena banjir bandang.

"Tentu ke depan kita akan merehabilitasi rumah-rumah mereka dengan terlebih dahulu meminta bantuan kepada Badan Geologi untuk memeriksa pertanahannya. Kalau ada retakan dan kalau tidak memungkinkan tentu tadi saya meminta kepada Plt Bupati Subang untuk segera mencarikan lahan pengganti," ungkap Aher, dalam rilis yang diterima Kompas.com, Kamis (25/5).


Aher mengungkapkan, saat ini pihaknya fokus pada mitigasi bencana dan penyembuhan trauma. Sebab, banyak korban yang kini mengalami trauma.

"Tadi saya ngobrol dengan warga, mereka bilang trauma. Mungkin selama dua bulan mereka akan ingat terus (bencana banjir bandang)," ucap Aher.

Pemprov, sambung Aher, akan terus mendorong upaya mitigasi bencana, salah satunya dengan mengarahkan masyarakat --khususnya yang bertempat tinggal di daerah rawan bencana-- agar menghindar dari daerah tersebut. Pasalnya, longsor adalah tabiat. Artinya, sifat tanah yang original.

"Nah, yang terpenting adalah bagaimana kita mengarahkan masyarakat untuk menghindari tempat-tempat longsor tersebut," papar Aher.

Diberitakan sebelumnya, bencana banjir bandang di Kampung Cihideung, Subang, membuat enam orang meninggal dunia, enam rumah warga rusak berat, dan belasan rumah lainnya rusak ringan.

Kampung Cihideung sendiri dihuni oleh 116 kepala keluarga dengan 388 jiwa. Saat ini, untuk sementara, mereka mengungsi di balai desa serta rumah-rumah warga yang tidak terkena dampak banjir bandang ini.

Plt Bupati Subang Imas Aryumningsih mengatakan, banjir bandang ini terjadi akibat longsor. Namun, ia mengaku longsor tersebut terjadi bukan karena maraknya penebangan pohon di kawasan hutan.

Menurut Imas, bencana terjadi karena tanah di kawasan tersebut labil dan rawan longsor. Longsoran tanah tersebut kemudian tertahan oleh pohon besar yang tumbang, sehingga menyumbat aliran air dan kemudian air tersebut menerjang pemukiman warga.

"Bencana ini terjadi Minggu jam 9 malam dan memang hujan terus-menerus malam itu. Dan, terjadi longsor dari gunung. Sebetulnya (hutan) terjaga banget, tidak banyak penebangan pohon, hanya memang alur tanahnya saja yang memang rawan dan curam. Gunungnya tinggi," ungkap Imas. (Kontributor Bandung, Reni Susanti)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie